18 Juli, 2007

Tanda Bagi Orang yang Berpikir


Tulisan ini saya posting di GM2020 tanggal 25 Mei 2007. Selamat membaca.


***********


Di postingan sebelumnya saya menulis tentang hikmah yang saya ambil dari sumbu lilin. Masih ada lagi hikmah yang saya dapat ketika itu.

Tepat sebelum lilin mati, cahayanya meredup. Saya tertarik melihat bagaimana redupan cahaya itu menghilang sedikit demi sedikit, tidak langsung mati seperti kalau anda meniupnya.

Saya dengan istri ketika di awal-awal membangun bisnis pernah tukar pikiran begini. Istri saya mengeluh, kok rasanya susah sekali. Belum selesai masalah yang satu muncul lagi masalah yang lain. Rasanya lama sekali. Lamaaaaaaa betul. Kapan yah kita jadi orang berhasil trus bisa dapat uang banyak seperti kisah-kisah sukses orang bisnis lain?

Dalam hati sebenarnya saya mengeluh juga. Tapi ini pilihan saya dan mestinya saya sudah siap.

Kepada istri saya ngomong begini. Allah pasti sedang mendidik kita. Kalau semuanya mudah kita pasti tidak menghargai. Coba kalau begitu pertama kali membangun bisnis kemudian langsung berhasil. Sehari dapat untung 10 juta rupiah. Sebulan masuk kantong 300 juta rupiah. Mungkin kita tidak akan menghargai. Mungkin kita akan jadi takabur. Kita akan berpikir.... ternyata mudah dapat uang.....Kita akan jadi sombong bin takabur.

Allah banyak memperlihatkan tanda-tanda kepada kita. Dan kita disuruh mikir apa hikmahnya. Ambil contoh bagaimana buah-buahan melalui proses pematangan. Tidak serta merta. Semuanya bertahap dan merupakan kombinasi hasil kerja sama berbagai sumber daya. Belum pernah saya lihat penelitian, secanggih apapun itu dan sepandai apapun penelitinya yang bisa membuat anda memasukkan buah mentah ke dalam suatu perangkat atau alat kemudian 10 menit kemudian buah itu sudah matang seperti buah matang di pohon. Yang ada teman saya dari UGM dulu penelitiannya mengontrol proses pematangan buah melon sehingga ia bisa menghasilkan buah melon dengan tingkat kemanisan sesuai yang diingankan.

Ini adalah suatu tanda yang mesti kita baca.

Sungguh tidak menarik pula membca kisah sukses seorang pebisnis kalau dari awal hingga akhir tidak ada susahnya. Coba aja anda lihat kalau isinya seperti ini:

"Saya ketika lahir orang tua sudah kaya raya. Karenanya saya disekolahkan di sekolah bisnis terbaik di dunia. Setamat kuliah saya dibekali modal segunung. Saya bangun bisnis besar dan mempekerjakan orang-orang hebat. Begitulah, saat ini saya adalah pebisnis yang berhasil.... .."

Sepertinya kisah di atas tidak ada garamnya.... ......... ....

Dalam beberapa kesempatan bincang-bincang tentang pembangunan Gorontalo dengan kenalan, ada beberapa yang anggota milis ini, saya dulu termasuk orang yang sangat antusias mengritik pihak-pihak tertentu. Saya tersadar ketika ada kata-kata mutiara,"mungkin memang harus begitu dulu...kan semuanya butuh proses..."

Saya setuju. Membangun Gorontalo Maju apalagi dengan target di tahun 2020, kita harus menghargai proses. Termasuk proses demokratis yang sudah berjalan. Sure, kita tidak boleh tinggal diam dan harus terus mengingatkan satu sama lain. Bahwa proses itu harus berada di jalur yang tepat. Jangan justru dibelokkan.

Memang sih, anda bisa membidik sasaran panah dari arah tepat di depan, dari kiri, dari kanan, dari atas atau dari bawah. Tapi kalau dari depan memberi sudut pandang terbersih dan jarak bidikan terpendek, kenapa mesti dari arah lain?

Bagaimana?

Tidak ada komentar: