22 Februari, 2008

Oknum Sejati


Bismillah,

Mungkin julukan “Mahasiswa” memang harus diganti. Terserah mau diganti apa….mau “Siswa” saja, “Mikrosiswa”, atau “Tukang Belajar”, terserah deh. Masalahnya dengan julukan “Maha” di depan “Siswa”, mereka yang tidak ada bedanya dengan orang kebanyakan itu jadi sangat besar kepala. Kelihatannya mereka ge-er dengan gelar “Maha” itu. Padahal yang “Maha” itu hanya satu, hanya Allah SWT.

Saya terusik oleh berita TV pagi ini ketika sedang asyik di depan komputer. Sekelompok mahasiswa berdemo dan menyandera mobil dinas. Saya bukan membela mobil dinasnya. Saya juga bukan tidak setuju dengan demonya. Saya cuman terusik saja dengan tingkah ulah mereka.

Bayangkan mereka menurut saya jadi lebih rampok dari para perampok. Kalo para perampok ternak kerjanya sembunyi-sembunyi, mereka ini kerjanya terang-terangan. Terang-terangan merampok kebebasan pengguna jalan. Di berita pagi ini, mereka bagai cowboy jalanan menyandera mobil, menutup jalan, membakar ban. Mereka tidak segan-segan membentak orang yang lebih tua. Urat lehernya nyempul lebih besar daripada otot Gatotkaca kalau mereka lagi berteriak. Pengguna jalan tidak bisa ngapa-ngapain!
Maaf, kalau mereka mengaku manusia, pengguna jalan juga manusia choy! Mereka juga nyari duit. Mereka butuh makan. Mereka butuh duit untuk nebus obat kalo lagi sakit. Mereka butuh duit untuk beli rumah biar anak mereka yang masih kecil-kecil punya tempat berteduh. Dan yang terpenting, mereka butuh duit buat bayar uang kuliah anak mereka yang mahasiswa biar bisa jadi orang baik-baik, bukan untuk jadi rampok seperti cowboy jalanan ini! Ngerti nggak seeh???!!!

Begini jadinya kalau pendidikan kita kehilangan nilai dasarnya. Dulu waktu saya kecil, orang tua saya marah besar kalau lewat depan orang tua (pokoknya orang yang lebih tua) tidak nunduk-nunduk ‘tabe’ (jalan sambil nunduk tanda hormat). Jangankan membentak orang yang lebih tua, bersuara lebih keras saja saya sudah dicap tidak tau adat.

Memangnya kalau lagi memperjuangkan kebenaran tidak perlu ada aturan? Anda para Mahasiswa, kalau anda muslim, coba-coba buka buku pelajaran agama anda. Di dalam perang saja yang jelas-jelas dihalalkan membunuh lawan, Islam tetap menuntut para mujahid untuk menjaga etika perang. Lawan kalau sudah tobat dan minta ampun wajib diampuni! Kalau anda tidak tau ini berarti anda tidak pernah belajar. Kalau anda tidak pernah belajar, apapula hak anda untuk mengajari orang tentang kebenaran? Pakai kekerasan alias pemaksaan di jalanan lagi?!

Kalau begini terus kekhawatiran saya akan semakin akut. Mahasiswa kita kok semakin tidak terpelajar? Naga-naganya kampanye para politisi untuk bikin pendidikan gratis bakal tidak pernah kesampaian sampai akhir jaman. Bagaimana mau kesampaian? Mahasiswa semakin tidak terpelajar. Berati negara justru harus keluar uang lebih banyak lagi untuk mendidik mereka. Mendidik mereka entah sampai kapan.

Maaf, saya bukan pesimis. Saya miris.

Makanya saya mau menghimbau. Walaupun saya bukan dari departemen penerangan yang kerjanya biasanya memberi himbauan, apalagi mereka punya mobil pakai pengeras suara yang bisa didengar walaupun oleh orang yang lagi buang hajat di wc tersembunyi di lorong-lorong terjauh, tapi Insya Allah saya ikhlas beri himbauan.

Saudara-saudara sebangsa dan setanah seair. Atas nama kebaikan, atas nama kemajuan, atas nama bangsa dan negara, marilah kita kembalikan pendidikan anak-anak kita kepada pendidikan sebagaimana seharusnya. Pendidikan yang daripada berakarkan pada rumah tangga. Di mana orang tua bertindak sebagai guru. Sebagaimana anak belajar daripada tauladan orang tuanya. Seperti dulu, waktu saya belajar mengaji. Saya dimungkinken hormat senantiasa pada guru mengaji saya. Kalau salah baca saya dipukul daripada kaki saya pakai kayu. Setelah mengaji saya ngangkat air buat guru ngaji. Akhirnya ini membuat saya tetap menghargai daripada guru mengaji saya….Sekian

----------

Mohon maaf kalau tulisan ini tendensius. Sebenarnya tidak seperti itu. Saya ini bukan tipe orang rakus buang-buang nafsu amarah ke orang lain. Apalagi buang jenis nafsu yang lain. Mungkin ketika menulis di atas saya terbawa perasaan.

Saya tau, dari puluhan mahasiswa yang turun ke jalan, masih lebih banyak yang tidak begitu. Makanya memang tulisan ini bukan generalisasi. Tulisan ini menunjuk pada para oknum. Kalau anda mahasiswa dan ridak berkelakuan begitu, maka anda pada dasarnya tidak termasuk dalam oknum itu. Tapi kalau anda mahasiswa, dan berkelakuan begitu, dan anda bahkan tidak merasa tersinggung oleh sentilan tulisan ini, maka andalah oknum sejati itu!

Sadarlah! Sadarlah! Sadarlah!