18 April, 2008

Apa kata akhirat?!

Bismillah,

Dunia ini naga-naganya semakin men-‘dunia’ saja. Orang pokoknya kalau mau goyang selalu ingat slogan ‘Apa kata dunia?!’.

Maaf saudara-saudara, saya mau tambah slogan baru, ‘Apa kata akhirat?!’

Ini terutama untuk mengingatkan pemerintah tentang kasus Ahmadiyah yang sudah diputus sebagai ‘aliran sesat’. Tanya posisi saya bagaimana? Wah, jangan pakai nanya posisi deh. Ahmadiyah dari awal sudah jelas-jelas provokator Islam. Celakanya, pemerintah atau pengusung slogan ‘Apa kata dunia?!’ yang senangnya memang ‘main api’, bukannya mencari jalan keluar, tapi justru membuat keruh suasana.

Lha, bagaimana tidak? Jelas toh, bagaiaman Islam itu tegak? Kalo mengaku Islam, Rasulullah Muhammad SAW adalah rasul terakhir. Titik!

Masak si nabi palsu saja Ahmad Mushadek kasusnya tidak perlu nunggu lama dan pake keputusan presiden segala bisa kelar? Masak Ahmadiyah yang dari awalnya sudah jelas Islam gadungan harus nunggu sekian lama, kalo perlu harus nunggu korban dulu baru mau divonis? Apa kata akhirat?!

Ahmadiyah ini memang mau numpang beken aja. Maunya ngaku Islam, tapi bukan cuma malu-malu, tapi malu-maluin.

Begitulah kalau semuanya serba bertanya ‘Apa kata dunia?!’ dulu. Pemerintah kalau bicara di depan public menyikapi masalah beginian, kelihatannya sopan banget. Jaga tata krama. Belum-belum sudah ingatkan jangan ada keributan. Yang mau ribut itu siapa? Tapi bagemana juga orang tidak ribut kalau dikasih tau baik-baik telinga seakan budeg?

Kenapa sih Ahmadiyah jadi masalah? Agar anda tau ‘Apa kata akhirat?!’ kalau masalah ini tidak diselesaikan, saya copy-paste-kan tulisan Imam Syamsi Ali, imam Masjid Islamic Cultural Center of New York.


-----


Ahmadiyah dan Religious Freedom


Altenatif terbaik bagi Ahmadiyah adalah; keluar dari Islam atau mengakui Nabi Mummad sebagai Nabi terakhir. Jika tidak, akan terus timbul reaksi

Oleh: M. Syamsi Ali


Hari Senin, 7 Januari kemarin, saya menerima kunjungan rombongan pengurus Ahmadiyah USA yang tergabung dalam sebuah organisasi Ahmadiyah Movement in Islam, Inc. Saya menerima mereka dalam kapasitas saya mendampingi staf PTRI New York, mewakili pemerintah, untuk mendengarkan keluhan dan uneg-uneg mereka.


Pada intinya kunjungan mereka tidak membawa sesuatu yang istimewa. Semuanya adalah menyampaikan apa yang sudah pernah dimuat oleh berbagai media massa tentang (isu) kekerasan-kekerasan yang dialami oleh warga Ahmadiyah di beberapa daerah di Indonesia seperti Parung, Bogor , Padang , dll. Pada intinya, mereka mengutuk peristiwa-persitiwa tersebut dan mendesak pemerintah RI untuk membawa pelakunya ke meja hijau.
Rupanya beberapa anggota pengurus Ahmadiyah, tanpa saya sadari, sudah mengenal saya. Mereka mengenal saya dari acara Pre- Ramadan Conference di kepolisian New York setiap menjelang Ramadan. Saya kebetulan memang seringkali menjadi salah seorang pembicara pada acara tersebut, yang juga dihadiri oleh perwakilan Ahmadiyah yang juga dianggap Muslim oleh kepolisian New York


Setelah basa basi ala diplomat, pembicaraan menjurus kemudian kepada (isu) kekerasan-kekerasan yang dialami oleh warga Ahmadiyah di Pakistan. Perlu diketahui, Ahmadiyah adalah pergerakan yang secara institusi terlarang di Pakistan dan pengikutnya tidak dianggap bagian dari masyarakat Muslim. Tegasnya, mereka dengan keyakinannya yang keluar dari Al-Quran dan As Sunnah dianggap keluar dari agama Islam dan karenanya dianggap non Muslim minoritas.


Penetapan warga Ahmadiyah di Pakistan sebagai non Muslim justeru dilakukan oleh pemerintahan yang tidak berafiliasi ke Islam ketika itu, yaitu pemerintahan Perdana Menteri Zulfikar Ali Bhutto, ayah mendiang Benazir Bhutto, pada tahun 1974. Keputusan tegas dan besar ini terjadi hanya setahun setelah Zulfikar Ali Bhutto menduduki jabatannya sebagai PM Pakistan. Sejak itu pula Ahmadiyah di Pakistan merupakan organisasi terlarang, tapi pengikutnya tetap bebas menjalankan keyakinannya secara pribadi-pribadi.


Sebenarnya, sejak awal mendengarkan mereka, hati saya sudah hampir memberontak. Pasalnya, sejak semula mereka secara tidak langsung menuduh ulama-ulama Indonesia sebagai radikal (dengan istilah mullah) dan melanggar HAM. Lebih dari itu, dengan membandingkan antara kejadian-kejadian di Pakistan dan Indonesia, mereka seolah menuduh bahwa pemerintah Indonesia mengabaikan HAM dan bahkan ikut mendukung kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh apa yang disebutnya sebagai anggota radikal dari komunitas Muslim Indonesia.
Puncaknya ketika mereka menuduh ulama-ulama Pakistan, termasuk Abu A’la Maududi, sebagai ulama-ulama pembunuh dan menganjurkan pengikutnya untuk membunuh orang-orang Islam lainnya yang tidak sejalan dengan idiologi mereka. Ternyata mereka sudah memiliki cuplikan-cuplikan yang diambil dari berbagai sumber mengenai mereka. Setelah saya perhatikan seraya beradu argumentasi, saya temukan bahwa cuplikan-cuplikan yang mereka pegangi untuk menyerang para ulama sunni itu diambil sepotong-sepotong dan ditafsirkan secara salah untuk membenarkan argumentasi mereka.


Pada akhirnya, pertemuan itu tidak lagi bercirikan diplomasi tapi cukup memanas dengan argumentasi keagamaan dan rasionalitas. Dari semua argumentasi yang mereka berikan, hanya satu hal dapat diterima. Yaitu bukankah semua manusia memiliki hak untuk mengikuti keyakinan masing-masing? Dengan kata lain, kata kunci “religious freedom” menjadi satu-satunya alasan yang dipakai untuk membela eksistensi mereka.


Isu kebebasan beragama


Akhir-akhir ini memang cukup banyak tokoh Muslim yang tiba-tiba tampil menjadi “champion of religious freedom”. Mungkin mereka ikhlas membela apa yang dipersepsikan oleh umum, khususnya barat, sebagai masyarakat lemah (marginalized) , atau boleh jadi juga karena membela masyarakat yang dipersepsikan termarjinalkan itu memang “rewarding”. Tentu maksud saya adalah cepat mendapatkan apresiasi, dukungan oleh yang kuat, dan yang lebih khusus cepat menemukan pahala duniawinya (beasiswa, dukungan dana, media suppot, dll).

Kebebasan beragama bukanlah sesuatu yang baru dalam Islam. Jauh sebelum dunia barat berkoar untuk jaminan kebebasan beragama, Islam sejak 15 abad silam sudah menjamin dengan ayat Al Quran, hadits maupun praktek-praktek Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Sehingga pemberian kebebasan beragama dalam tatanan masyarakat Muslim adalah “religiously is obligatory” (secara agama adalah wajib). Bahkan Rasulullah mengancam untuk menjadi musuh bagi mereka yang menyakiti “dzimmi” (non Muslim minoritas dalam tatanan masyarakat Muslim.

Dan Indonesia, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia telah membuktikan ini. Tidak ada negara di dunia ini yang memberikan posisi terpenting kepada warga “non majority” kecuali Indonesia . Bahkan ada masa-masa di mana kaum minoritas jauh lebih “teranak maniskan” ketimbang kaum mayoritas. Berapa jumlah menteri non Muslim di Indonesia ? Berapa sekjen/dirjen (eselon I) di berbagai departemen pemerintahan dan swasta di negara kita? Silahkan jumlah dubes/diplomat tingkat tinggi non Muslim di kementrian luar negeri Indonesia .

Semua ini menunjukkan bahwa secara negara (state) dan pemerintahan (governance) Indonesia tidak membeda-bedakan warganya. Semua memiliki hak dan kesempatan yang sama serta memiliki hak pembelaan berdasarkan konstitusi negara Indonesia yang disetujui bersama. Maka, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Islam dan Kong Hu chu, dan bahkan agama-agama lainnya yang secara formal tidak terakui, bebas menjalankan keyakinan dan ibadahnya masing-masing dan dijamin secara konstitusi.

Isu Ahmadiyah

Ahmadiyah oleh pengikutnya diyakini sebagai agama Islam dan bukan agama baru. Tapi pada saat yang sama, Islam yang mereka sampaikan adalah Islam yang secara prinsip menyimpang dari dasar-dasar ajaran Islam yang baku . Dan karena perbedaan mendasar yang diakui oleh mereka inilah, warga Ahmadiyah tidak mungkin mau menjadi makmum di belakang Imam Muslim selain Ahmadiyah. Pada prinsipnya, mereka menganggap Muslim yang tidak satu kepercayaan/ iman dengan mereka sebagai kafir.

Ada beberapa hal yang paling prinsipil dari kesesatan Ahmadiyah adalah:

Pertama, bahwa meyakini bahwa Mirza Gulam Ahmad adalah Nabi atau rasul yang menerima wahyu. Oleh karenanya, Muhammad S.A.W. bukanlah nabi dan rasul Allah yang terakhir (khaatam an anbiyyin).

Kedua, bahwa kitab suci terakhir bukan Al Quran tapi al Kitab yang diterima oleh Mirza Gulam Ahmad dengan nama Tadzkirah. Kitab ini memuat ayat-ayat Al Quran yang diputar balik dan dicampur dengan berbagai seruan-seruan Mirza Gulam Ahmad.

Ketiga, bahwa melaksanakan ibadah haji ke Mekah tanpa melakukannya ke kota suci mereka, yaitu Rabwah dan Qadiyan di India adalah haji yang kering dan tidak diterima. Kenyataannya, Mirza Gulam Ahmad juga tidak pernah menjalankan ibadah haji selama hidupnya.

Keempat, bahwa bangkit melawan penjajah (Inggris) ketika itu bukan jihad tapi pemberontakan. Mirza Gulam juga menuliskan buku panduan jihad yang pada intinya mengutuk para pejuang India yang melakukan perlawanan terhadap penjajahan Inggris ketika itu.

Kelima, Orang Ahmadiyah mempunyai perhitungan tanggal, bulan dan tahun sendiri. Nama bulan Ahmadiyah adalah: 1. Suluh 2. Tabligh 3. Aman 4. Syahadah 5. Hijrah 6. Ihsan 7. Wafa 8. Zuhur 9. Tabuk 10. Ikha' 11. Nubuwah 12. Fatah. Sedang tahunnya adalah Hijri Syamsi yang biasa mereka singkat dengan H.S.

Dari lima perbedaan prinsipil di atas, jelas orang-orang Ahmadiyah memiliki keyakinan dan sistim yang berbeda dengan kaum Muslimin. Maka, ketika mereka mengkafirkan orang Islam (dalam pandangan mereka) adalah sangat wajar. Sebab memang, orang-orang Islam sejati tidak mengimani/meyakini ajaran mereka, sehingga wajar kalau mereka memang kafir kepada ajaran Ahmadiyah Qadiyaniah.

Inti permasalahan

Maka, isu Ahmadiyah bukan pada “religious freedom” atau isu kebebasan beragama. Melainkan isu “penodaan” agama Islam yang dianut secara luas oleh masyarakat setempat. Kalaulah seandainya Ahmadiyah diakui sebagai agama, sekte, keyakinan baru yang sama sekali tidak dikaitkan dengan ajaran Islam yang murni, tentu tidak akan menimbulkan permasalahan. Kejawen dan praktek-praktek keyakinan lokal juga kan tidak pernah selama ini dipermasalahkan.

Maka, ketika Majelis Ulama Indonesia menfatwakan bahwa Ahmadiyah sesat dan melaporkan ke Kejaksaan Agung sebagai bukan ajaran Islam, mereka telah melakukan fungsinya sebagai pembenteng akidah umat. Yang aneh adalah jika ada pemutar balikan yang terjadi dalam ajaran Islam, lantas ulama diam atau malah mendukung. Bagi saya, ini adalah ulama yang memiliki pemikiran terjungkir.

Namun demikian, dengan segala hak umat Islam membela akidah dan kemurnian ajaran agamanya, adalah tidak sama sekali dibenarkan untuk melakukan kekerasan-kekerasan dan pengrusakan. Prilaku kekerasan dan pengrusakan adalah prilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam dan tauladan Rasulullah SAW. Sebaliknya, justeru akan menampakkan Islam pada posisi yang semakin tidak menguntungkan.

Akhirnya, sebagaimana saya sampaikan kepada delegasi Ahmadiyah Amerika, ada dua alternatif bagi mereka:

Pertama, deklarasikan sendiri bahwa Ahmadiyah adalah agama baru dan bukan Islam, atau kedua, tetap mengaku Muslim dengan kesesatan-kesesatan tapi dipandang sebagai “pengacau” dan “penoda” agama orang lain.

Jika alternatif kedua yang dipilih, akan sangat wajar jika nantinya timbul berbagai reaksi dari masyarakat yang merasa dirugikan (victimized) . Kalau tetap ingin tegar menghadapi reaksi-reaksi tersebut, silahkan maju tak gentar. Hadapi reaksi umat Islam melalui prosedur hukum dan politik yang ada. Toh pada akhirnya dalam dunia (what so called) demokratik saat ini, semua ditentukan oleh kekuatan dan kelihaian argumentasi yang dimiliki oleh masing-masing pihak.

Yang pasti, umat Islam yang sadar akan tetap melihat “kesesatan” (baca kekufuran) itu selama mereka masih bertahan dengan keyakinan mereka. Semoga saja keputusan pemerintah melihat secara jelas permasalahan ini, sehingga tidak terjadi opresi kepada mayoritas atas nama membela minoritas. Lebih tragis lagi jika pembelaan itu hanya karena sebuah tekanan dari orang lain atas nama “kebebasan beragama”, yang dalam konteks Ahmadiyah di Indonesia adalah out of context! [http://www.hidayatullah.com/]New York, 8 Januari 2008

22 Maret, 2008

Happy Birthday ya Rasulullah SAW


Maunya sih…..

Maunya sih saya dapat hak istimewa dari negara ini. Dari siapapun itu sebagai pemimpin tertinggi yang katanya, keputusannya, titahnya, pasti didengar dan dilaksanakan. Kalau yang tertinggi itu adalah presiden, ya dari presiden. Kalo itu misalnya Mahkamah Agung, ya Mahkamah Agung.

Tidak muluk-muluk. Maunya sih, saya, apapun kesalahan saya, baik yang sekarang maupun yang akan datang kalau ada, diampuni, diputihkan, dianggap tidak pernah ada.

Maunya saya ada alasannya. Saya menganggap diri patuh hukum. Saya bersih. Saya konsisten. Pokoknya jangan takut. Saya teladan. Makanya, maunya saya seperti di atas.

Tapi ntar dulu. Maunya saya di atas tidak main-main, lho! Saya serius.

Tapi sekali lagi, ntar dulu. Walau serius, saya agak ragu.

------

Dulu, lebih dari 1.400 tahun lalu, ada kejadian beneran. Suatu malam, Aisyah RA, isteri Nabi Muhammad SAW, menuggui beliau yang lagi shalat malam. Shalatnya lama. Saking lamanya, Aisyah kecapain menunggu, beliau jatuh tertidur.

Ketika terbangun, Aisyah pikir suaminya sudah selesai shalat. Beliau cek lagi, ternyata Rasulullah masih shalat juga. Bahkan belum ada tanda-tanda akan berhenti. Aisyah saking capainya menunggu, beliau jatuh tertidur lagi.

Akhirnya ketika terbangun lagi, Aisyah mendapati Nabi SAW telah selesai shalat. Aisyah bertanya, “Ya Rasulullah, Engkau telah mendapat jaminan masuk syurga. Dosa-dosamu baik yang sekarang maupun yang nanti pasti diampuni. Mengapa pula Engkau bersusah payah mesti shalat dan beribadah sampai sebanyak ini? Bukankah cukup dengan ibadah biasa-biasa saja?”

Rasulullah SAW menjawab, “Bukankah bagus apabila aku mendapat gelar sebagai hamba yang senantiasa bersyukur?”

------

Keraguan saya, karena saya bukan Rasulullah SAW. Sebenarnya model ragu seperti ini tidak beralasan. Saya memang bukan Rasulullah. Tapi Rasulullah juga manusia. Beliau merasa lapar, sakit, sedih, gembira, bahkan, Beliau juga meninggal dunia.

Tapi terus terang, keraguan saya berdasarkan contoh terkini dari alam sekitar saya.

Coba saja lihat, orang-orang yang berpredikat sebagai penegak hukum, tanpa legitimasi dari siapapun, justru bertindak dan memamerkan diri sebagai orang-orang yang kebal hukum. Mereka justru menginjak-injak hukum yang seharusnya mereka tegakkan.

Di jalan raya yang sudah semakin sumpek dan macet, sering saja ada tontonan tidak mengasyikkan ketika para petinggi yang seharusnya bertanggung jawab atas pengentasan kemacetan malah membuat jalan semakin macet dengan ngebutnya mereka sembari dapat kawalan forraider.

Makanya saya ragu. Inikah pengejawantahan peringatan Maulid Nabi SAW yang setiap tahun kita peringati dengan budget yang tidak sedikit?

Padahal cinta Rasul mestinya mengikuti sunnahnya. Sunnah Rasul banyak yang enak bagi kita, tidak sedikit pula yang tidak enak. Malah, perasaan banyak orang, kayaknya banyak tidak enaknya.

Giliran yang enak-enak, seperti sunnah Poligami, semua pria pada mendaftar duluan. Tapi giliran yang tidak untuk shalat on-time, mana mereka yang daftar duluan itu?

------

Kalau begitu, maunya saya, saya urungkan. Saya takut, kalau nanti saya dijamin bahwa semua salah saya baik yang sekarang maupun akan datang akan diampuni, saya malah berubah jadi orang salah. Saya bakal jadi besar kepala. Saya tidak mau seperti itu.

Kalau begitu, maunya saya, saya ubah. Mumpung ini masih suasana Maulid Nabi SAW, maunya saya, kita betul-betul meneladani sunnah Beliau. Cinta Rasul adalah meneladani sunnahnya. Hanya dengan begitu beliau akan Happy. Bahkan tanpa menyanyikan lagu Happy Birthday di hari kelahiran beliau, beliau sudah akan happy.

Mau kan, anda begitu? Kalau saya sih, itu memang mau saya. Insya Allah saya akan berusaha agar Rasulullah SAW menjadi happy setiap kali saya mengenang birthday-nya. Happy Birthday ya Rasulullah.

16 Maret, 2008

Tolong bantu saya!


Pembaca sekalian,

Ini serius. Saya mohon dengan sangat bantuan anda yang bisa membantu. Menurut saya ini sudah keterlaluan. Ini tidak bisa dibiarkan. Ini sudah melampaui batas. Bahkan batas itu sendiri pun saya tidak tau ada atau tidak. Tapi sekali ini, saya tidak bisa tinggal diam. Saya harap anda juga begitu.

Semoga anda membaca Harian Fajar edisi Sabtu 16/3 kemarin. Mengerikan! Diberitakan bahwa Pemda Sulsel sedang menyiapkan perangkat perda baru untuk memungut 99 jenis retribusi dan pungutan baru. Fantastik! Panas dingin saya mendengarnya.

Yang bikin saya merinding, emosi, sedih, marah, mau muntah, rasa gado-gado pokoknya, ada satu rancangan perda untuk retribusi penggunaan genset untuk keperluan pribadi!

Hahahaha…..hihihihi…..huhuhu…..

Ndak tau bagaimana lagi saya harus menulis ini. Anda, tau, sebagai pemerintah, mereka itu bertanggung jawab menyediakan kebutuhan vital masyarakat. Lha, listrik itu sampai sekarang belum jelas toh bagaimana nasibnya? Di mana-mana di Indonesia ini masih byar-pet! Syukur-syukur sekarang di Makassar sudah berkurang. Tapi dengar-dengar dengan harga minyak melambung tinggi, kita-kita sudah pada disuruh siap-siap untuk kembali ke jaman byar-pet lagi.

Ini bagaimana? Masa di era super maju begini kondisi kelistrikan kita masih primitive begitu?

Sudahlah. Kita mungkin memang harus bersabar. Tapi sabar itu jangan dieksploitasi lagi, dong!

Masak untuk mengatasi rumah sendiri gelap gulita karena ketidak mampuan pemerintah mengatasi problema listrik, kita inisiatif beli genset mini, beli minyak yang nota bene dari negeri sendiri tapi dihargai harga dunia yang oleh spekulan dibikin selangit, trus kita masih dikenai retribusi surat izin usaha ketenagalistrikan untuk keperluan pribadi (IUKS) pula? Hitung-hitungan apa itu?

Ah, capek saya jadi warga negara di Indonesia ini. Bagaimana tidak? Setiap hari saya banting tulang dalam bisnis, dengan ikhlas saya bayar pajak, dari pajak itu oleh Pemda dipakai bangun jembatan penyeberangan di titik-titik padat kendaraan, belakangan, untuk pakai jembatan penyeberangan itu harus bayar retribusi pula! Hebat, kan?

Dalam kondisi begini saya tidak tau mau ngapain lagi? Mau protes ke Pemda? Hahaha, jangan melucu, ah! Itu perda retribusi jembatan penyeberangan dan banyak lagi retribusi lain yang memang tidak seharusnya ada, sudah dianulir sama Menteri Dalam Negeri. Pak Menteri bilang, itu ndak boleh. Ndak sesuai aturan itu. Makanya perdanya harus dicabut, dan yang penting, tidak boleh ada pungutan begitu lagi. Eh, Pemda mah cuek bebek! Ndak peduli….yang penting duit masuk terus…..

Dasar gaya preman!

Nah, kalo sudah begini saya sudah tidak berdaya lagi. Saya serasa sudah diperkosa dan tidak mampu melawan. Makanya saya mendingan minta tolong anda. Anda kalo bisa bantu saya, bantulah. Kalo anda orang sakti, seperti para anggota DPR yang ceplas ceplosnya bisa bikin bolak balik negeri ini, bantulah saya. Jangan cuman bisa janji. Jangan cuman bisa terima gaji dan tunjangan. Jangan cuman bisa tanya, "mau dibantu apa?" Saya tidak tau. Pokoknya, bantulah…….

Gambar dari sini.

10 Maret, 2008

Berbagi di Gorontalo


Bismillah,

Di Gorontalo saya 3 hari. Baru saja pulang kemarin. Makanya hari ini saya baru bisa nulis lagi.

Ada hikmah yang saya dapat. Setelah setengah tahun lebih menulis di blog, akhirnya hobi ini mulai terbayar. Saya diundang untuk memberi inspirasi kepada sedikit orang di Gorontalo yang betul-betul mau maju. Mereka ingin belajar lebih jauh tentang apa itu dan bagaimana memulai sebuah blog.

Asal tau saja, saya bukan professional blogger seperti sang legenda Bapak Budi Putra (beliau menjadi pembicara utama dalam acara seminar di Gorontalo itu) atau Bapak Amril Taufik Gobel (beliau tidak sempat hadir karena ada halangan tapi berdedikasi untuk tetap ambil bagian melalui teleconference). Saya masih amatiran, bahkan masih belajar. Tapi kejadian di Gorontalo tanggal 7-8/3/08 kemarin menjadi bukti bahwa orang belajar itu bisa lebih menguasai apa yang telah dipelajarinya melalui mengajarkannya kepada orang lain.

Bagi saya ini luar biasa. Ini kehormatan besar. Dan yang terpenting, ini rejeki besar pula. Mana tau di antara yang belajar itu ada yang lanjut nulis blog, menginspirasi orang, dinilai ibadah oleh Allah SWT, ujung-ujungnya awak kebagian nilai ibadah pula.

Kepada anda yang punya ilmu, mari berbagi yuk. Berbagi ilmu itu sedekah. Hanya dengan berbagi kita bisa lebih kaya. Ini bukan cuman tentang ilmu. Tentang harta pun Insya Allah begitu. Kalau saat ini anda rejekinya seret, mungkin anda kurang berbagi saja. Coba saja kalau tidak percaya. Berapapun itu, kapanpun itu, di manapun itu, cobalah berbagi.

27 Februari, 2008

Jadi kenapami? (baca: Emang kenapa?)


Pilkada sekarang beda dengan jaman pemilu dulu. Pilkada sekarang pakai standar internasional. Pilkada sekarang bertaburan balon (bakal calon). Dulu pilihannya sedikit. Sekarang, saking banyaknya jadi bingung milih. Dulu mau kampanye pilih-pilih kata. Salah-salah bisa dianggap penghianat negara. Sekarang kata-kata diobral. Pokoknya asal masyarakat suka dengar. Itu dia enaknya di Indonesia. Masyarakat sudah kadung terbuai oleh sinetron (ini versi lanjutannya telenovela yang ngetop duluan, maklum di Indonesia apa-apa harus impor dulu baru bisa bikin sendiri).

Ada lagi yang jadi ciri khas pilkada sekarang, ada debat calonnya. Semakin seru karena bukan saja calonnya yang berdebat, para pendukung pun ikut-ikutan berdebat. Malah lebih seru debat pendukungnya.

Ini satu contoh. Saya tulis berdasarkan hasil curi dengar debat pendukung, si Baco dan si Bocco, dua tukang becak pemerhati politik di ujung gang rumah saya.

----------

Baco : Weh, Bocco, kamu sudah pikir mau pilih siapa jadi walikota nanti? Saya bingung mau pilih siapa. Soalnya calonnya bagus semua…

Bocco : Jadi kenapami?

Baco : Ih, bagemana tidak bingung, sebenarnya saya mau pilih Pak Illy. Dia kan sudah menjabat tawwa. Kelihatannmi ada hasilnya. Apalagi orangnya juga merakyat ji. Kamu lihat toh, apalagi setahun belakangan ini dekat-dekat akhir masa jabatan, dia rajin sekali masuk keluar dusun…bagus ki to?

Bocco : Jadi kenapami?

Baco : Itumi….hampir bulat mi tekadku sebenarnya untuk dukung dia. Tapi kemarin waktu antar penumpang, ada ku lihat di panyingkul (baca: tikungan) posternya pak Abil, wah, kulihat dari lirikan matanya waktu difoto, kayaknya orangnya bagus tawwa. Cepat sekali meroket jabatannya. Dulu dia biasa-biasa ji, sekarang, sudah wakil rakyat mi! Kayaknya, dia patut dipertimbangkan…

Bocco : Jadi kenapami?

Baco : Tapi terus terang, kemarin saya dapat baju kaos, gambarnya pak Muhdar. Weh, di antara semua baju kaos gratis yang pernah ku dapat, ini paling bagusmi bahannya! Kentara kalau pak Muhdar itu orang kaya. Kayaknya lebih bagus kita pilih calon walikota orang kaya, siapa tahu kalau sudah banyak uangnya sebelum menjabat dia tidak korupsi….Apalagi, kita juga bisa belajar toh dari orang kaya seperti itu…..

Bocco : Jadi kenapami?

Baco : Tadi pagi toh, waktu baru bangun, saya tambah bingung…soalnya di tidurku tadi malam, saya mimpi didatangi arwahnya bapakku. Dia bilang, weh, Baco, kamu nanti pilih pak Agraham saja. Dia itu pengacara. Kamu itu nak, perlu perlindungan hukum. Nanti kalo berhadapan sama satpol PP dan becak kamu mau diambil, atau itu gubuk peninggalan bapak di samping got besar mau digusur, kamu bisa minta perlindungan hukum…..Bagus juga itu wasiat bapakku. Kayaknya kita ini, apami lagi kodong yang bisa kita harap selain kepastian hukum…..

Bocco : Jadi kenapami?....Weh, Baco, sudah-sudahmi itu kamu bicara pilkada. Dari tadi saya di sini nunggu kau bayar utangmu yang 3.000, sudah 7,5 bulan kau tidak bayar. Kalau kau tidak mau bayar sekarang, saya lapor polisi biar kau dapat kepastian hukum!

---------

TRAGIS!!

26 Februari, 2008

Believe it.....or not!


Artikel berikut adalah fiksi belaka. Bukan science fiction, atau pulp fiction, it is simply just fiction. Makanya banyak dari isinya jangan dipercaya. Cukup dibaca. Kalau suka ya Alhamdulillah. Kalau tidak suka, ya sudah.

Tapi asal anda tahu saja, dalam ilmu psikologi, kalau anda baca sesuatu yang terus terang, seperti kalimat di atas yang meminta anda jangan percaya, sebenarnya anda digiring untuk percaya. Seperti sekarang ini, begitu anda sudah melewati barisan kalimat ini, anda pasti akan semakin terangsang untuk percaya.

Jadi saya sebenarnya serba salah. Saya bilang ini fiksi dan jangan dipercaya, anda justru semakin mau percaya. Kalau saya bilang percaya saja, kenyataannya ini adalah fiksi belaka.

Jadi kalau begitu, kita ambil jalan tengahnya saja…believe it…or not!

--------

Believe it….or not! Orang-orang di pemerintahan sekarang (dengan ikhlas saya katakan ‘tidak semuanya begitu’) semakin pandai. Terutama giliran bikin anggaran. Di Sulsel contoh konkritnya. Di satu kabupaten, dalam anggaran ditulis target pengumpulan pajaknya adalah – saya kasih contoh saja – 1,5M. Anggaran yang diusulkan untuk mengumpulkan pajak itu 1,6M. Hahaha. Masak biaya pengumpulan pajaknya lebih besar daripada pajak yang mau dikumpulkan??!!

Believe it…..or not! Secara nasional kita sudah menghabiskan banyak sekali uang untuk menyelenggarakan sidang dewan yang akhirnya memutuskan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN. Alhamdulillah, akhirnya kesampaian juga. Tapi nauzubillah, sudah keluar uang banyak untuk menggerakkan tangan ketua DPR seorang ketok palu, palu sudah diketok sampai meja ketua lecet, anggaran pendidikan belum nyampe juga 20%. Tapi hebatnya, di Sulsel, politikus sibuk kampanye pendidikan mau digratiskan. Kalau yang 20% saja nggak pernah kesampaian, macam mana pula mau tambah subsidi supaya pendidikan gratis??!! Ajarin dong….

Believe it…..or not! Sampai detik ini, minyak tanah susahnya minta ampun. Kemarin dalam mobil sama istri, kami lewat sebuah jalan yang ada pasar tradisionalnya. Di antara kerumunan para penjual pinggir jalan, ada seorang yang jualannya ubi kayu. Jumlah ubi kayu yang dijual…? Believe it…..or not, hanya sebanyak dua genggaman tangan! Dasar otak bisnis, istri saya mulai berhitung. Kalau dagangan sebanyak itu dijual 5 ribu (itupun kata istri saya pasti sudah dianggap mahal sama kebanyakan ibu rumah tangga), untungnya berapa? Mungkin 2.500 rupiah. Trus kalau setiap hari pemasukan sebesar itu saja, dikali dengan 30 hari jualan, maka total pemasukan penjual itu sebulan 75.000! Kata istri saya, hidupnya bagaimana? Believe it….or not, orang itu ternyata masih hidup tuh. Makanya, biar kelangsungan hidupnya bisa terus bertahan, minyak tanah yang sudah mahal bagi mereka, tolong jangan dibikin langka. Tolong deh….kodong……..

Believe it…or not! Dari sekian lama saya belajar di sekolah, bapak mamak saya sudah keluar uang banyak untuk ongkosin, paling tidak saya tau bahwa namanya aturan dibuat untuk dipatuhi. Tahu siapa pihak pertama yang paling harus mematuhi aturan? Pembuat aturan! Tapi di negeri kita yang anda cintai ini, pembuat aturan bisa di urutan terbawah dalam mematuhi aturan….Asyiiikkk…Mau contoh? Banyak! Satu contoh saja. Spanduk, baliho, atau alat promosi lainnya, bahkan yang dipasang di pagar sendiri, sesuai aturannya harus bayar retribusi. Orang dinas pendapatan (apalagi sekarang mereka punya kelompok spionase berjudul ‘polisi PP’) paling lebar telinga dan tajam penciumannya kalau masuk urusan beginian. Pokonya kalau lihat spanduk tidak ada tanda tangan atau stempel Dispenda-nya, tunggu-tunggu saja anda dapat panggilan atau spanduk anda diturunkan. Nah, tapi sekarang, di pinggir jalan di hampir seluruh pelosok di nusantara, spanduk, poster, baliho, para politisi yang pengen cepat populer, terpajang bebas tanpa retribusi tanpa sensor! Hahaha…ini siapa yang bego, yah? Atau mungkin saya dulu waktu sekolah bayarnya kurang mahal sampai ilmu begituan tidak bisa masuk akal saya? Au ah, super gelap!

--------

Sekarang bagaimana? Anda masih mau percaya? Sekali lagi saya bilang itu yang di atas fiksi, lho. Jangan salahkan saya kalau anda salah pilih mau percaya atau mau tidak percaya.

Tapi masih ada satu fiksi lagi yang saya tidak mau lupa sampaikan ke anda.

Believe it…or not! Banyak aktris Hollywood naksir sama saya, lho…..


Gambar diambil dari sini.

22 Februari, 2008

Oknum Sejati


Bismillah,

Mungkin julukan “Mahasiswa” memang harus diganti. Terserah mau diganti apa….mau “Siswa” saja, “Mikrosiswa”, atau “Tukang Belajar”, terserah deh. Masalahnya dengan julukan “Maha” di depan “Siswa”, mereka yang tidak ada bedanya dengan orang kebanyakan itu jadi sangat besar kepala. Kelihatannya mereka ge-er dengan gelar “Maha” itu. Padahal yang “Maha” itu hanya satu, hanya Allah SWT.

Saya terusik oleh berita TV pagi ini ketika sedang asyik di depan komputer. Sekelompok mahasiswa berdemo dan menyandera mobil dinas. Saya bukan membela mobil dinasnya. Saya juga bukan tidak setuju dengan demonya. Saya cuman terusik saja dengan tingkah ulah mereka.

Bayangkan mereka menurut saya jadi lebih rampok dari para perampok. Kalo para perampok ternak kerjanya sembunyi-sembunyi, mereka ini kerjanya terang-terangan. Terang-terangan merampok kebebasan pengguna jalan. Di berita pagi ini, mereka bagai cowboy jalanan menyandera mobil, menutup jalan, membakar ban. Mereka tidak segan-segan membentak orang yang lebih tua. Urat lehernya nyempul lebih besar daripada otot Gatotkaca kalau mereka lagi berteriak. Pengguna jalan tidak bisa ngapa-ngapain!
Maaf, kalau mereka mengaku manusia, pengguna jalan juga manusia choy! Mereka juga nyari duit. Mereka butuh makan. Mereka butuh duit untuk nebus obat kalo lagi sakit. Mereka butuh duit untuk beli rumah biar anak mereka yang masih kecil-kecil punya tempat berteduh. Dan yang terpenting, mereka butuh duit buat bayar uang kuliah anak mereka yang mahasiswa biar bisa jadi orang baik-baik, bukan untuk jadi rampok seperti cowboy jalanan ini! Ngerti nggak seeh???!!!

Begini jadinya kalau pendidikan kita kehilangan nilai dasarnya. Dulu waktu saya kecil, orang tua saya marah besar kalau lewat depan orang tua (pokoknya orang yang lebih tua) tidak nunduk-nunduk ‘tabe’ (jalan sambil nunduk tanda hormat). Jangankan membentak orang yang lebih tua, bersuara lebih keras saja saya sudah dicap tidak tau adat.

Memangnya kalau lagi memperjuangkan kebenaran tidak perlu ada aturan? Anda para Mahasiswa, kalau anda muslim, coba-coba buka buku pelajaran agama anda. Di dalam perang saja yang jelas-jelas dihalalkan membunuh lawan, Islam tetap menuntut para mujahid untuk menjaga etika perang. Lawan kalau sudah tobat dan minta ampun wajib diampuni! Kalau anda tidak tau ini berarti anda tidak pernah belajar. Kalau anda tidak pernah belajar, apapula hak anda untuk mengajari orang tentang kebenaran? Pakai kekerasan alias pemaksaan di jalanan lagi?!

Kalau begini terus kekhawatiran saya akan semakin akut. Mahasiswa kita kok semakin tidak terpelajar? Naga-naganya kampanye para politisi untuk bikin pendidikan gratis bakal tidak pernah kesampaian sampai akhir jaman. Bagaimana mau kesampaian? Mahasiswa semakin tidak terpelajar. Berati negara justru harus keluar uang lebih banyak lagi untuk mendidik mereka. Mendidik mereka entah sampai kapan.

Maaf, saya bukan pesimis. Saya miris.

Makanya saya mau menghimbau. Walaupun saya bukan dari departemen penerangan yang kerjanya biasanya memberi himbauan, apalagi mereka punya mobil pakai pengeras suara yang bisa didengar walaupun oleh orang yang lagi buang hajat di wc tersembunyi di lorong-lorong terjauh, tapi Insya Allah saya ikhlas beri himbauan.

Saudara-saudara sebangsa dan setanah seair. Atas nama kebaikan, atas nama kemajuan, atas nama bangsa dan negara, marilah kita kembalikan pendidikan anak-anak kita kepada pendidikan sebagaimana seharusnya. Pendidikan yang daripada berakarkan pada rumah tangga. Di mana orang tua bertindak sebagai guru. Sebagaimana anak belajar daripada tauladan orang tuanya. Seperti dulu, waktu saya belajar mengaji. Saya dimungkinken hormat senantiasa pada guru mengaji saya. Kalau salah baca saya dipukul daripada kaki saya pakai kayu. Setelah mengaji saya ngangkat air buat guru ngaji. Akhirnya ini membuat saya tetap menghargai daripada guru mengaji saya….Sekian

----------

Mohon maaf kalau tulisan ini tendensius. Sebenarnya tidak seperti itu. Saya ini bukan tipe orang rakus buang-buang nafsu amarah ke orang lain. Apalagi buang jenis nafsu yang lain. Mungkin ketika menulis di atas saya terbawa perasaan.

Saya tau, dari puluhan mahasiswa yang turun ke jalan, masih lebih banyak yang tidak begitu. Makanya memang tulisan ini bukan generalisasi. Tulisan ini menunjuk pada para oknum. Kalau anda mahasiswa dan ridak berkelakuan begitu, maka anda pada dasarnya tidak termasuk dalam oknum itu. Tapi kalau anda mahasiswa, dan berkelakuan begitu, dan anda bahkan tidak merasa tersinggung oleh sentilan tulisan ini, maka andalah oknum sejati itu!

Sadarlah! Sadarlah! Sadarlah!

23 Januari, 2008

Segalanya versi saya


Bismillah,

Andaikan semua di dunia ini sesuai versi saya, tentu segalanya akan begitu indah.

Saya tidak akan pernah cacat hukum. Seperti kisah seorang camat dalam berita koran terkenal di Makassar kemarin. Adalah para kepala dusun dan kepala desa yang membuat prestasi. Mereka bisa mengumpulkan PBB dari masyarakat sesuai target. Bahkan ada yang melebihi. Oleh karenanya, mereka berhak dapat reward. Bagus, kan? Di pemerintahan juga sudah berlaku sistem punishment and reward. Tapi apa yang seharusnya adalah seutuhnya reward, ujung-ujungnya adalah reward mengandung punishment. Hahaha. Lucu kan?

Bagaimana tidak. Para Kepala Dusun dan Kepala Desa mestinya menerima reward berupa sepeda motor. Gratis! Tanpa embel-embel.

Ternyata embel-embelnya tidak rela kalau tidak diikutkan. Atau tepatnya, ada yang tidak rela meninggalkan embel-embel yang selama ini memang bejubel. Itulah si Camat, atasan dari para Kepala Dusun dan Kepala Desa.

Oleh pak camat, Kepala Desa dan Kepala Dusun harus nyetor 4 juta rupiah baru bisa ngambil hadiah motornya.

Jelas saja pak camat disoroti. Tapi dasar pak camat, jangankan disoroti, diplototi saja dengan wajah garang dia anggap kentut busuk baunya berlalu, dia dengan tenang menjawab, “Lha, PBB itu masuk sesuai target karena saya talangi dengan dana pribadi. Sekarang, wajar dong kalau dana pribadi saya minta kembali.” Pak camatnya cool….man!

Benar, kan? Andaikan segalanya sesuai versi pak camat, dan saya juga begitu, segalanya sesuai versi saya, aahhh…lebih indah dari bercinta!

Satu versi itu saja sudah indah. Kalau ditambah dengan versi ini, indahnya berlipat ganda. Saya tidak bakalan pernah dituduh korupsi. Atau kolusi. Apatah lagi nepotisme. Benda apa pula itu? Toh segalanya sesuai versi saya. Seperti Pemerintah Kota Makassar. Lapangan Karebosi yang selama ini bisa kita sebut sebagai Central Park-nya Makassar sudah diketuk palu untuk direvitalisasi.

Yah sudahlah. Kalau itu bagus buat masyarakat, apalagi akan mendatangkan keuntungan financial, kita mengertilah. Tapi semengerti-mengertinya kita, apalagi kalau kita sudah merasa terpaksa dan dipaksa mengerti, mbok ya rasa pengertian ini dihargai. Malah harus dihargai tinggi! Jangan di-sale alias dihargai murah, apalagi kalau tidak dihargai.

Masak ‘kau yang mulai kau tidak mengakhiri’? Itu bertentangan dengan ‘kau yang mulai kau yang mengakhiri’ dong. Itu jadinya tidak biasa dong. Itu patut dicurigai dong. Jangan-jangan, ada daaang ding dong!

Revitalisasi lapangan karebos itu pake uang. Bukan uang receh, uang gede! Yang namanya pake uang, ada yang diuntungkan. Yang namanya ambil untung, yah harus sesuai aturan. Masak revitalisasi lapangan karebosi yang belum ada AMDAL-nya, kontsruksi sudah jalan duluan? Logika mana pula itu yang diputar balikkan?

Yah begitulah, Pemkot Makassar punya keyakinan tentang kebenaran versi mereka. Kalau seandainya saya juga begitu, segalanya sesuai versi saya, wah hidup ini seindah milik kita berdua, yang lain mah…ngontrak!

Makanya kata bapak saya, “Nak, dunia ini ada aturannya. Aturan dari yang bikin dunia. Begitu juga akhirat nanti. Kalau seandainya masuk surga itu segalanya sesuai versi bapak, maka kamu, mamakmu, saudaramu, sepupumu, om dan tantemu, semua orang yang bapak senangi, semua orang yang baik sama bapak, kalau perlu semua orang yang bapak kenal, semuanya akan masuk surga.”

Benar kata bapak saya. Sayang versi syarat masuk surga atau neraka bukan ditentukan oleh bapak saya. Tapi oleh Yang Empunya Surga dan Neraka.

Tapi, masak karena ‘seandainya’ itu tidak terpenuhi maka kita mau habiskan sisa hidup dengan terus berkata ‘sayang…’. Bodoh amat? Justru karena kita tau bahwa segalanya di dunia ini bukan sesuatu yang disesuaikan dengan versi kita, maka versi yang berlaku itu yang semestinya kita ikuti.

Versi itu versi universal. Versi itu versinya Allah SWT. Bukan cuman universal di dunia, tapi universal juga di kampung akhirat.

Jadi, syukurlah segala sesuatu di dunia ini bukan ditentukan oleh versi saya. Karena kalau itu yang berlaku, maka anda para wanita cantik, akan saya kutuk jadi kodok! Sampai suatu hari saya bertindak sebagai pangeran datang mencium bibir kodok anda, dan anda tiba-tiba berubah jadi permainsuri cantik. Dan kita berdua hidup happily ever after….aaahhh.

Weh! Bangun! Bangung! Sudah siang!!!!!

07 Januari, 2008

Bodoh Berkali-kali!


Bismillah,

Ini tulisan pertama saya di tahun 2008. Belakangan ini saya susah sekali cari waktu untuk menulis. Tapi subuh ini sepulang shalat dari mesjid, mungkin Allah SWT sudah takdirkan bahwa saya harus memenuhi hak blog ini, maka saya paksakan diri menulis.

Keterpaksaan ini sebenarnya tidak seluruhnya benar. Entah mengapa ketika sedang memutar mobil untuk mundur ke belakang, saya belajar satu hikmah hidup lagi. Ini memunculkan ilham untuk ditulis.

Dalam kondisi lampu jalan yang tidak nyala, langit subuh yang gelap dan terasa semakin gelap oleh cuaca mendung di subuh ini, saya semata-mata mengandalkan sorotan lampu belakang mobil, kaca spion, beserta skill (keterampilan) bawa mobil yang kalau tidak salah sudah 10 tahun saya miliki.

Manuver memundurkan mobil saya lakukan dengan cepat. Tanpa hambatan. Dalam hati kecil saya cukup kagum. Kondisinya beda betul dengan awal-awal 10 tahun lalu. Jangankan memundurkan mobil sembari melihat jalan belakang lewat kaca spion, memasukkan mobil ke garasi saja dengan moncong mobil di depan saya pernah bikin masalah.

-----------

Rupa-rupanya ini serupa dan sebangun dengan kehidupan.

Setelah sekian lama hidup (bagi saya setelah 35 tahun), saya jadi semakin terlatih untuk membaca berbagai indikator dalam kehidupan. Indikator ini memberi saya petunjuk untuk mengambil keputusan, apakah melakukan sesuatu, menghindarinya, atau menolaknya.

Bodoh sekali saya, bila pengalaman hidup 35 tahun ini tidak memberi pelajaran. Atau lebih tepatnya, saya tidak mengambil pelajaran darinya.

Bodoh dua kali saya apabila saya pernah melakukan kesalahan selama 35 tahun ini, dan masih tetap pula melakukannya.

Bodoh berkali-kali saya, apabila selama 35 tahun ini saya menempuh jalan yang salah dan masih saja meyakini jalan itu benar!

“Masya Allah, janganlah Engkau biarkan aku, dan seluruh pembaca blog ini, beserta keluarga dan handai taulan, merugi di dunia ini. Bukakan hati kami untuk senantiasa belajar. Untuk senantiasa bertobat. Agar kami dapat masuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung. Orang-orang yang Engkau beri nikmat. Bukan orang-orang yang sesat…”

-----------

Klasik memang, tapi tak akan pernah lapuk termakan waktu, bila sekali lagi kita dengung-dengungkan peringatan Al-Quran terhadap manusia…..

“Demi masa……….”
“Sesunggunya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian…..”
Q.S 103: 1-2

Peringatan di atas bersifat universal dan up-to-date. Ini bukan peringatan BMG yang bisa berubah sewaktu-waktu sesuai kondisi cuaca. Ini juga bukan peringatan kepolisian atau kejaksaan yang bisa di-peti es-kan oleh uang banyak. Ini bukan warning massa yang cenderung anarkis.

Ini adalah peringatan lembut tapi tegas!

Hitung lagi! Hitung baik-baik! Jangan-jangan kita salah hitung?!

Orang menghitung saja bisa salah, apalagi kalau tidak menghitung baik-baik….?