27 Februari, 2008

Jadi kenapami? (baca: Emang kenapa?)


Pilkada sekarang beda dengan jaman pemilu dulu. Pilkada sekarang pakai standar internasional. Pilkada sekarang bertaburan balon (bakal calon). Dulu pilihannya sedikit. Sekarang, saking banyaknya jadi bingung milih. Dulu mau kampanye pilih-pilih kata. Salah-salah bisa dianggap penghianat negara. Sekarang kata-kata diobral. Pokoknya asal masyarakat suka dengar. Itu dia enaknya di Indonesia. Masyarakat sudah kadung terbuai oleh sinetron (ini versi lanjutannya telenovela yang ngetop duluan, maklum di Indonesia apa-apa harus impor dulu baru bisa bikin sendiri).

Ada lagi yang jadi ciri khas pilkada sekarang, ada debat calonnya. Semakin seru karena bukan saja calonnya yang berdebat, para pendukung pun ikut-ikutan berdebat. Malah lebih seru debat pendukungnya.

Ini satu contoh. Saya tulis berdasarkan hasil curi dengar debat pendukung, si Baco dan si Bocco, dua tukang becak pemerhati politik di ujung gang rumah saya.

----------

Baco : Weh, Bocco, kamu sudah pikir mau pilih siapa jadi walikota nanti? Saya bingung mau pilih siapa. Soalnya calonnya bagus semua…

Bocco : Jadi kenapami?

Baco : Ih, bagemana tidak bingung, sebenarnya saya mau pilih Pak Illy. Dia kan sudah menjabat tawwa. Kelihatannmi ada hasilnya. Apalagi orangnya juga merakyat ji. Kamu lihat toh, apalagi setahun belakangan ini dekat-dekat akhir masa jabatan, dia rajin sekali masuk keluar dusun…bagus ki to?

Bocco : Jadi kenapami?

Baco : Itumi….hampir bulat mi tekadku sebenarnya untuk dukung dia. Tapi kemarin waktu antar penumpang, ada ku lihat di panyingkul (baca: tikungan) posternya pak Abil, wah, kulihat dari lirikan matanya waktu difoto, kayaknya orangnya bagus tawwa. Cepat sekali meroket jabatannya. Dulu dia biasa-biasa ji, sekarang, sudah wakil rakyat mi! Kayaknya, dia patut dipertimbangkan…

Bocco : Jadi kenapami?

Baco : Tapi terus terang, kemarin saya dapat baju kaos, gambarnya pak Muhdar. Weh, di antara semua baju kaos gratis yang pernah ku dapat, ini paling bagusmi bahannya! Kentara kalau pak Muhdar itu orang kaya. Kayaknya lebih bagus kita pilih calon walikota orang kaya, siapa tahu kalau sudah banyak uangnya sebelum menjabat dia tidak korupsi….Apalagi, kita juga bisa belajar toh dari orang kaya seperti itu…..

Bocco : Jadi kenapami?

Baco : Tadi pagi toh, waktu baru bangun, saya tambah bingung…soalnya di tidurku tadi malam, saya mimpi didatangi arwahnya bapakku. Dia bilang, weh, Baco, kamu nanti pilih pak Agraham saja. Dia itu pengacara. Kamu itu nak, perlu perlindungan hukum. Nanti kalo berhadapan sama satpol PP dan becak kamu mau diambil, atau itu gubuk peninggalan bapak di samping got besar mau digusur, kamu bisa minta perlindungan hukum…..Bagus juga itu wasiat bapakku. Kayaknya kita ini, apami lagi kodong yang bisa kita harap selain kepastian hukum…..

Bocco : Jadi kenapami?....Weh, Baco, sudah-sudahmi itu kamu bicara pilkada. Dari tadi saya di sini nunggu kau bayar utangmu yang 3.000, sudah 7,5 bulan kau tidak bayar. Kalau kau tidak mau bayar sekarang, saya lapor polisi biar kau dapat kepastian hukum!

---------

TRAGIS!!

26 Februari, 2008

Believe it.....or not!


Artikel berikut adalah fiksi belaka. Bukan science fiction, atau pulp fiction, it is simply just fiction. Makanya banyak dari isinya jangan dipercaya. Cukup dibaca. Kalau suka ya Alhamdulillah. Kalau tidak suka, ya sudah.

Tapi asal anda tahu saja, dalam ilmu psikologi, kalau anda baca sesuatu yang terus terang, seperti kalimat di atas yang meminta anda jangan percaya, sebenarnya anda digiring untuk percaya. Seperti sekarang ini, begitu anda sudah melewati barisan kalimat ini, anda pasti akan semakin terangsang untuk percaya.

Jadi saya sebenarnya serba salah. Saya bilang ini fiksi dan jangan dipercaya, anda justru semakin mau percaya. Kalau saya bilang percaya saja, kenyataannya ini adalah fiksi belaka.

Jadi kalau begitu, kita ambil jalan tengahnya saja…believe it…or not!

--------

Believe it….or not! Orang-orang di pemerintahan sekarang (dengan ikhlas saya katakan ‘tidak semuanya begitu’) semakin pandai. Terutama giliran bikin anggaran. Di Sulsel contoh konkritnya. Di satu kabupaten, dalam anggaran ditulis target pengumpulan pajaknya adalah – saya kasih contoh saja – 1,5M. Anggaran yang diusulkan untuk mengumpulkan pajak itu 1,6M. Hahaha. Masak biaya pengumpulan pajaknya lebih besar daripada pajak yang mau dikumpulkan??!!

Believe it…..or not! Secara nasional kita sudah menghabiskan banyak sekali uang untuk menyelenggarakan sidang dewan yang akhirnya memutuskan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN. Alhamdulillah, akhirnya kesampaian juga. Tapi nauzubillah, sudah keluar uang banyak untuk menggerakkan tangan ketua DPR seorang ketok palu, palu sudah diketok sampai meja ketua lecet, anggaran pendidikan belum nyampe juga 20%. Tapi hebatnya, di Sulsel, politikus sibuk kampanye pendidikan mau digratiskan. Kalau yang 20% saja nggak pernah kesampaian, macam mana pula mau tambah subsidi supaya pendidikan gratis??!! Ajarin dong….

Believe it…..or not! Sampai detik ini, minyak tanah susahnya minta ampun. Kemarin dalam mobil sama istri, kami lewat sebuah jalan yang ada pasar tradisionalnya. Di antara kerumunan para penjual pinggir jalan, ada seorang yang jualannya ubi kayu. Jumlah ubi kayu yang dijual…? Believe it…..or not, hanya sebanyak dua genggaman tangan! Dasar otak bisnis, istri saya mulai berhitung. Kalau dagangan sebanyak itu dijual 5 ribu (itupun kata istri saya pasti sudah dianggap mahal sama kebanyakan ibu rumah tangga), untungnya berapa? Mungkin 2.500 rupiah. Trus kalau setiap hari pemasukan sebesar itu saja, dikali dengan 30 hari jualan, maka total pemasukan penjual itu sebulan 75.000! Kata istri saya, hidupnya bagaimana? Believe it….or not, orang itu ternyata masih hidup tuh. Makanya, biar kelangsungan hidupnya bisa terus bertahan, minyak tanah yang sudah mahal bagi mereka, tolong jangan dibikin langka. Tolong deh….kodong……..

Believe it…or not! Dari sekian lama saya belajar di sekolah, bapak mamak saya sudah keluar uang banyak untuk ongkosin, paling tidak saya tau bahwa namanya aturan dibuat untuk dipatuhi. Tahu siapa pihak pertama yang paling harus mematuhi aturan? Pembuat aturan! Tapi di negeri kita yang anda cintai ini, pembuat aturan bisa di urutan terbawah dalam mematuhi aturan….Asyiiikkk…Mau contoh? Banyak! Satu contoh saja. Spanduk, baliho, atau alat promosi lainnya, bahkan yang dipasang di pagar sendiri, sesuai aturannya harus bayar retribusi. Orang dinas pendapatan (apalagi sekarang mereka punya kelompok spionase berjudul ‘polisi PP’) paling lebar telinga dan tajam penciumannya kalau masuk urusan beginian. Pokonya kalau lihat spanduk tidak ada tanda tangan atau stempel Dispenda-nya, tunggu-tunggu saja anda dapat panggilan atau spanduk anda diturunkan. Nah, tapi sekarang, di pinggir jalan di hampir seluruh pelosok di nusantara, spanduk, poster, baliho, para politisi yang pengen cepat populer, terpajang bebas tanpa retribusi tanpa sensor! Hahaha…ini siapa yang bego, yah? Atau mungkin saya dulu waktu sekolah bayarnya kurang mahal sampai ilmu begituan tidak bisa masuk akal saya? Au ah, super gelap!

--------

Sekarang bagaimana? Anda masih mau percaya? Sekali lagi saya bilang itu yang di atas fiksi, lho. Jangan salahkan saya kalau anda salah pilih mau percaya atau mau tidak percaya.

Tapi masih ada satu fiksi lagi yang saya tidak mau lupa sampaikan ke anda.

Believe it…or not! Banyak aktris Hollywood naksir sama saya, lho…..


Gambar diambil dari sini.