06 September, 2007

Ex-Muslim, Muslim kembali?


Pernah. Mungkin timing-nya tepat ketika seorang lelaki penjaja jasa pijat mengetuk pintu kamar kos-kosan saya (waktu itu saya masih bujang) dan saya sedang pilek. Badan memang sakit semua, jadi dengan senang hati saya terima penawaran jasa lelaki ini.

Tukang pijat yang mengaku bernama Syahrul ini terlihat sopan sekali. Sebelum mulai, ia minta izin ke saya, “Pak, sebelum mulai boleh saya berdoa sesuai kepercayaan saya?”. Saya bilang saya tidak keberatan.

Ia mulai berdoa. Dari doanya, saya tahu bahwa dia adalah seorang Kristen katolik. Sedikit berkernyit kening saya, sebab ia bernama ‘Syahrul’, nama yang sejatinya banyak dipakai orang Muslim. Tapi mungkin karena saya terlalu letih, plus bagi saya tidak sopan untuk bertanya hal-hal seperti itu, maka saya memutuskan menutup mata untuk menikmati jasa pijat saja.

Rupanya Syahrul orangnya suka bicara. Tanpa saya tanya ia banyak bercerita. Uniknya, yang dia ceritakan justru pertanyaan yang tidak saya tanyakan di atas.

“Dulu saya Muslim pak.” Oh ya? Celutuk saya.
“Saya bahkan pentolan remaja mesjid. Sehari-harinya di mesjid.” Tentu saja, saya jadi bertanya kenapa ia jadi murtad?

“Saya rajin tahajjud pak. Bahkan bisa dibilang banyak ibadah sunnat saya laksanakan seperti wajib. Tapi ada satu yang terus menghantui pikiran saya. Bagaimana sesungguhnya zat atau wujud Tuhan itu?” Hmmmm, pikir saya.

“Suatu saat saat saya tahajjud sambil memikirkan zat Tuhan, rasanya saya mendengar suara, ‘Hai orang yang sedang beribadah, ubahlah cara ibadahmu!’ begitu bunyi suara itu pak.” Dalam hati saya mulai tertarik.

“Setelah mendengar suara itu saya jadi bingung. Besok-besoknya saya bertanya pada banyak ustadz, tapi tidak ada satupun yang memberi jawaban memuasakan.” Masak sih? Pikir saya.

“Suatu hari saya dengan hati kosong jalan-jalan ke depan sebuah katedral. Kebetulan di depan katedral berdiri seorang pendeta. Saya diajak mampir. Saya cerita perihal mimpi saya. Pendeta itu bilang bahwa sesungguhnya suara itu meminta saya untuk berubah dari Islam menjadi Kristen. Saya pikir, mungkin ini benar. Maka jadilah saya sekarang seorang katolik.” Wah, menyedihkan, pikir saya.

--------

Kemudian saya mulai buka mulut. Walaupun sebenarnya malas karena badan capek. Saya tanya, “Setelah kamu jadi katolik, bagaimana perasaan kamu?”

“Saya merasa lebih tenang pak. Saya sekarang rajin beribadah ke gereja”, jawabnya.

Saya tanya lagi, “Trus, apa saja hal-hal baru yang kamu rasakan dalam agama baru ini?”

“Saya sekarang rasanya lebih dermawan. Ini sesuai dengan ajaran gereja. Rasa-rasanya, semakin banyak saya memberi, rejeki saya juga semakin besar. Makanya saya merasa lebih tenang sekarang.” Jawab Syahrul dengan semangat.

Sekarang giliran saya yang bicara banyak, pikir saya. “Rul, kamu tau tidak bahwa di Islam, ajaran tentang menjadi dermawan itu jauh lebih lengkap? Dalam Islam, jangankan dengan harta, bersedekah itu juga bisa dengan senyuman. Islam mengaturnya bahkan sampai sejauh itu.”

Kelihatannya Syahrul mencoba mengingat-ingat ajaran-ajaran Islam yang dulu diyakininya. Pijitannya tidak sekuat sebelumnya. Saya yakin dia mulai berpikir.

Sekarang saya tantang dia, “Rul, kamu cari di agama baru kamu, ajaran yang tidak kamu temui dalam Islam, kecuali tentang konsep Tuhannya yang sudah pasti berbeda. Coba saja kamu pikir-pikir.”

Kelihatannya tantangan saya bikin Syahrul mesti berpikir keras. Dia bahkan berhenti memijit. Tapi dia belum ngomong apa-apa.

Saya lanjut. “Menurut saya, kalau betul kamu mendengar suara seperti yang kamu bilang waktu dulu masih Islam, mestinya suara itu teguran kepada kamu. Kamu kan tahu, dalam Islam, kita dilarang keras berpikir atau bertanya tentang zat atau wujud Tuhan itu bagaimana. Orang bisa jadi gila kalau mikir itu. Mestinya suara ‘Ubahlah cara beribadahmu!’ jangan kamu artikan mengubah agamamu. Tapi betul-betul beribadah bukan untuk memikirkan zat Tuhan.”

Saya lihat muka Syahrul jadi merah pucat. Pucat pasi. “Astagfirullah, bapak benar.” Entah Syahrul sadar atau tidak bahwa kata-katanya barusan sama sekali bukan kata-kata orang Kristen. Sampai di sini saya diam saja.

Syahrul gantian yang bicara. “Wah, sepertinya bapak benar. Sekarang saya harus bagaimana pak?”

“Rul, saya tidak mau bicara bohong. Setahu saya, dosa syirik karena menyekutukan Allah atau karena keluar dari Islam itu tidak termaafkan. Tapi berhubung tobat itu urusan hamba langsung dengan Allah, kamu syahadat aja lagi sekarang dan tobat langsung kepada Allah. Urusan diterima atau tidak, itu belakangan. Yang penting kamu tobat dulu.”

-----------

Sejak saat itu Syahrul yang dulu ex-Muslim menjadi Muslim kembali. Sekali dua kali dia masih menghubungi saya. Setelah itu lama saya tidak dengar kabar tentang dia. Sampai suatu saat, rasa-rasanya saya kepingin dipijat lagi, saya coba telepon dia. Syahrul tidak di rumahnya.

Tiba-tiba, suatu hari saya terima telepon dari Syahrul. “Assalamu alaikum pak”. Setelah menjawab salamnya, saya tanya bagaimana kabar dia.

“Wah, saya sekarang lebih banyak di Jeneponto (nama kabupaten, sekitar 4 jam perjalanan mobil dari kota Makassar) pak. Saya dikontrak sebuah mesjid untuk jadi imam selama Ramadhan ini.”

Dalam hati saya bingung mau bertingkah bagaimana. Orang yang pernah murtad dikontrak jadi imam?

Tapi saya memutuskan untuk mengucapkan selamat dan membesarkan hatinya untuk terus berkarya di jalan agama. Tidak dalam posisi saya untuk menjatuhkan vonis ke dia, pikir saya.

Pengalaman ini membuat saya senang sekaligus sedih. Senang karena saya telah mengembalikan seorang yang pernah melenceng dari jalan lurus kembali ke jalan yang benar. Tapi sedih karena ini kenyataan. Bahwa banyak orang mengaku Muslim tapi beribadah dengan cara yang salah. Parahnya kalau kesalahan ini fatal, bisa mengeluarkan orang dari keyakinannya.

Baguslah kalau kita yang ‘masih Muslim’ untuk banyak berpikir dan berserah diri kepada Allah. Sambil kita bertanya dalam hati, “sudahkah saya beribadah dengan cara yang benar?” Kemudian yang terpenting dari segalanya, ‘Bertanyalah kepada orang yang benar ketika anda berstatus ‘tidak tahu’. Soalnya, salah bertanya, anda bisa terjerumus ke jalan yang salah.’ Naudzu billahi min dzalik.

04 September, 2007

2 Hablun


Subhanallah!

Tadi barusan istri saya cerita ke saya. Katanya dia diajak main curang oleh orang dalam suatu urusan. Tentu saja istri saya menolak. Apalagi terungkap bahwa kalau main curang dilakukan, orang yang kena rugi masih kenalan istri saya. Semakin tegas dia menolak. Katanya, selain tidak mau main curang, saya tidak mau merusak hubungan baik saya dengan orang itu.

Setelah cerita itu saya masih berpikir-pikir.

Masalah menolak main curang itu satu hal. Setau saya, bagi kita Muslim, kekuatan iman tentu akan menjadi benteng penolak untuk main curang. Makanya kalau masih ada Muslim yang main curang, besar kemungkinan imannya belum segitu kuat untuk membentengi dirinya untuk main curang.

Masih ada yang berkesan sebagai hikmah dari cerita istri saya. Status ‘kenal’ terhadap seseorang ternyata juga menjadi penegas untuk menolak main curang.

Sekali lagi terbukti betapa indah ajaran Islam. Rasulullah SAW dari sulu menggaris bawahi, bahwa sebagai manusia, kita perlu menjaga 2 hal. Satu, hablunminallah, hubungan kita dengan Allah. Ke dua, hablinminannas, hubungan kita dengan sesama manusia.

Nah, cerita istri saya di atas erat hubungannya dengan hablunminannas.

******

Dunia tempat kita hidup belakangan ini memang banyak berubah. Banyak yang sudah terekayasa. Ketika saya tinggal di Jepang, saat itu lagi ramai-ramainya orang bicara tentang ‘tamagocchi’. Ini adalah permainan elektronik yang dianggap seperti piaran hidup, yang layaknya piaraan lain perlu dikasih makan, diajak bermain, diobati, diminumkan susu dan macam-macam perlakuan lain.

Jangan heran kalau dari anak kecil hingga orang dewasa di Jepang, belakangan menjalar ke banyak negara di benua lain, tergila-gila tamagocchi. Mereka bisa menyalurkan obsesi ‘memelihara’ mahluk hidup, walaupun benda yang dipelihara sesungguhnya hanya program komputer.

Saya geleng-geleng kepala ketika menonton sebuah acara tengah malam di sebuah TV swasta di Jepang, mereka menyiarkan acara pemakaman tamagocchi yang ‘mati’ (dengan kata lain gagal dipelihara oleh si empunya permainan). Hebohnya lagi, ada ‘kuburan tamagocchi’. Mereka yang peliharaannya (kebanyakan diberi nama sesuka pemiliknya) mati, boleh mendaftarkan jasad peliharaannya di kuburan ini, dan mesti membayar.

Saya sendiri merasakan bagaimana gemparnya orang-orang ketika sedang melihat-lihat pajangan CD di sebuah record store di Jepang, tiba-tiba diumumkan bahwa toko itu mengadakan penjualan tamagocchi dan orang akan dilayani sesuai urutan antrian. Wah, gaduh ribut bercampur kocar kacir orang-orang berebutan antri. Saya cuman bisa bengong. Padahal, kalau saya ikut rebutan, mungkin posisi antri saya bisa paling depan karena saya memang berdiri tidak jauh dari kasir…..hahaha…..lucu kalau ingat waktu itu.

Itulah Jepang, negara yang penuh dengan rekayasa……..

*******

Sungguh disayangkan kalau 2 ‘hablun’ pada bagian pembukaan tulisan ini juga direkayasa.

Ada orang, tiba-tiba muncul di TV bahwa hablunminallahnya bagus. Ke mana-mana pakai peci. Orang pergi umrah setiap tahun diam-diam, dia baru mau berangkat umrah pertama saja sudah rebut-ribut di media massa.

Begitu juga ada yang tiba-tiba muncul di TV bahwa hablunminnasnya bagus. Dikesankan bahwa ia sering berkunjung ke panti asuhan. Di depan kamera peluk-peluk anak yatim.

Sungguh sayang kalau soal ‘hablun’ direkayasa. Padahal Tuhan sendiri sudah tegasakan. Kalau kau mau untung, banyak-banyaklah kau mengingat Allah. Kalau kau mau panjang umur, banyak-banyaklah kau bersilaturrahim.

Nah kalau hablunnya direkayasa, saya khawatir, janji Tuhan tidak berlaku. Bukannya dapat untung malah dapat buntung. Bukannya panjang umur malah banyak musuh, dicaci maki orang, ujung-ujungnya, bisa cepat almarhum.

Semoga tidak.

02 September, 2007

Puasalah!


Bismillahirrahmaanirrahiim,

Sungguh berlimpah ruah tanda-tanda kekuasaan Allah SWT, bagi orang-orang yang mau membacanya. Baca satu di antaranya, adalah hasil ciptaan-Nya yang berpasang-pasangan. Ada laki ada perempuan. Ada jantan ada betina. Ada besar ada kecil. Ada panjang ada pendek. Untuk mendata pasangan-pasangan ini saja kita bisa membuat beberapa jilid kamus. Bahkan mungkin tak akan ada habis-habisnya……..wallahu a’lam.

Saya heran, mengapa manusia tidak mengambil hikmah dan mencoba menyontek sifat-sifat Allah sebatas derajat kemanusiannya. Kalau Allah itu Maha Kasih, mengapa pula kita tidak saling mengasihi. Kalau Allah Maha Pemberi Maaf, mengapa pula kita tidak senantiasa mengedepankan pemberian maaf.

Ciptaan Allah yang berpasang-pasangan mestinya juga patut dicontoh.

Entah mengapa pemerintah Indonesia paling enggan menyontek sifat Allah. Padahal presiden dan wapres kita sepanjang sejarah Indonesia berdiri senantiasa muslim.

Itu coba lihat bagaimana harga-harga sembako di Indonesia hanya kenal kata ‘naik’ harga. Tidak pernah dengar saya pemerintah mengumumkan ‘turun’ harga.

Prihatin benar.

Dalam sehari kemarin, bukan satu dua kali berita tentang kenaikan harga diberitakan media. Hari saya dibuka oleh berita kelangkaan minyak tanah. Di beberapa daerah orang ngantri panjang. Masya Allah……..Kasihan amat. Indonesia yang dikenal dunia sebagai produsen minyak, yang minyaknya diekspor ke luar negeri, di dalam negeri sendiri malah ngantri.

Setelah itu ada berita tarif tol naik. Masalah jalan tol, kelihatannya pemerintah pintar bikin prioritas. Sayang prioritasnya salah tempat. Kalau jalan tol saja, rajin dibangun karena orang lewat mesti bayar. Tapi jalan umum bebas hambatan (freeway), mana ada?

Belum sempat tarik nafas, ada berita kenaikan lain lagi. Menurut salah satu TV swasta, di mana-mana harga beras sudah merangkak naik. Saya suka karena TV swasta masih pakai kata ‘merangkak’, paling tidak bikin suasana hati sedikit dingin dan tidak panik. Padahal mungkin yang sebenarnya sudah bukan merangkak, lebih tepatnya ‘melangkah lebar’.

Lucunya kalau ada yang ‘turun’ biasanya bawa mudharat di negara kita. Pelototi pelabuhan Merak. Jumlah kapal yang melayani arus muat barang dari pelabuhan Merak tiba-tiba turun. Sontak jumlah antrian ‘tiba-tiba naik’. Antrian truk sampai 15km! Efeknya lagi, karena pasokan barang ke Medan jadi ‘tiba-tiba turun’, tentu harga jadi ‘tiba-tiba naik’.

Sebagai rakyat, saya pusing. Kalau biasanya tujuh keliling, ini lebih parah, pusing tujuh panjang kali lebar kali tinggi. Ah, pokoknya pusiiiiiiiiiiing……..

Biar bisa turun gimana, ya?

Kita turunkan paksa saja……..! Ngawur, mana bisa harga dirunkan paksa? Ntar bisa dituduh memperkosa. Kan yang namanya paksa memaksa itu memperkosa. Tapi jangan salah, ada juga memperkosa tidak pakai pemaksaan, tapi pakai ‘kebijakan’.

Au ah, gelap!

Lantas, gimana?

Ya sudah, tidak usah makan, tidak usah minum. Kita puasa saja. Mestinya kalau puasa membuat permintaan sembako jadi turun. Kalau permintaan turun, berarti harga juga akan turun. Itu teorinya.

Lho, kok setiap masuk Ramadhan harga-harga malah melambung naik?

Kenapa ya?

Jawabannya gampang. Berarti banyak orang ‘tidak puasa’. Kalau harga sontak naik, banyak orang bukan sekedar ‘tidak puasa’, tapi malah menjadi ‘lebih rakus’.
Makanya, memasuki Ramadhan nanti Insya Allah, puasalah!