11 Agustus, 2007

Bimbim si Bocah Petualang


Bimbim (nama saya samarkan), usia sekitar 10 tahun. Anak ini bikin hati saya…… bergetar haru sekaligus terinspirasi. Sudah beberapa lama saya amati. Anak ini rajin ke sekali ibadah.

Tidak mungkin dengan usia sekecil itu ia pamrih. Kepada siapa ia mau cari muka? Mau dibilang riya juga rasanya jauh. Wong yang tergolong anak-anak yang paling sering nongol ikut sujud berjamaah di mesjid ya cuman dia.

Waktu mesjid kami belum jadi, kami hanya bisa ngumpul ibadah jamaah di bulan Ramadhan di bawah kolong rumah yang disulap jadi mesjid (baca: Semoga bagus berkelanjutan). Itu terjadi selama 3 tahun. Di situ sosok Bimbim mulai menarik perhatian saya. Di antara barisan bocah, Bimbim selalu terdepan. Dia sudah terlihat menonjol. Selalu selepas ustadz selesai ceramah, Bimbim sudah siap dengan buku tugas dari sekolahnya untuk minta tanda tangan ustadz. Pernah saya lihat raut sedih sekali di wajah Bimbim, ketika dia tanya ke saya, “Om, tema ceramah pak ustadz tadi apa, om?”.
“Wah, om tidak ingat Bim.”
Jelas sekali raut kekecewaan di wajah polosnya yang bersih bersinar.

Sejak mesjid kami resmi terbuka, Bimbim lagi-lagi di barisan depan bocah yang bersuka ria. Kalau bocah lain senang, karena selain bisa ikutan shalat, yang lebih penting ada tempat berkumpul untuk bermain berjamaah pula. Bimbim sih sama. Tapi kentara bahwa Bimbim perhatian betul dengan kegiatan ibadah.

Kalau mau cari Bimbim cari di mesjid. Begitu kira-kira kondisi objektif Bimbim sekarang.

Shalat Magrib berjamaah malam petang ini Bimbim beraksi lagi. Saya tiba di mesjid ketika jemaah masih sepi. Kalau tidak salah baru 3 orang, terhitung Bimbim yang sedang wudhu.

Melihat waktu shalat sudah masuk, saya minta salah seorang jamaah dewasa untuk adzan. Bapak ini menolak sambil menunjuk ke arah Bimbim. Saya setuju. Saya kasih isyarat ke Bimbim untuk adzan. Dengan wajah riang, Bimbim mengepalkan tangan sambil berguman, “Yes!!”. Seakan-akan Bimbim baru menang lotere!

Saya senyum sembunyi-sembunyi melihat tingkah Bimbim. Rupanya sudah lama dia menanti-nanti kehormatan mendengungkan adzan. Untuk mengundang sesamanya bocah, mengundang om dan tante, untuk datang meraih kemenangan. Bersama Bimbim tentunya.

Lantunan adzannya jernih. Suaranya betul-betul bocah. Bocah yang memanggil-manggil. Halus. Santun. Murni. Subhanallah! Nyaris-nyaris airmata saya jatuh mendengar suara Bimbim. Tapi cepat saya sembunyikan. Malu sama jamaah lain. Dalam hati saya bertanya, akankah suara sandal kecil Bimbim terdengar di surga? Sebagaimana Bilal si tukang adzan Rasulullah SAW? Semoga. Amin ya rabbal alamiin.

*********

Pak Joko (nama saya samarkan) adalah tetangga saya. Sebenarnya masih tetangga jauh. Kami tinggal di jalan berbeda tapi masih satu kompleks. Dari rumah saya, saya bisa melihat jelas ke rumah Pak Joko, termasuk ketika dia dan beberapa orang tetangga samping rumahnya berkumpul di depan rumahnya hampir setiap malam.

Pak Joko dan tetangga sekitar rumahnya yang masih sejalan kelihatannya akrab sekali. Kegemaran mereka juga identik. Mereka suka ngumpul sambil minum-minum minuman beralkohol.

Saya tidak kenal betul Pak Joko. Tapi kebiasaan-kebiasaan Pak Joko and the gank saya tahu dari tetangga depan rumahnya juga, yang tidak masuk gank. Kelihatannya kebiasaan minum Pak Joko sudah parah. Pernah, kata tetangga depan rumahnya itu, Pak Joko pulang dari kantor tidak langsung pulang ke rumah. Ia singgah di sebuah warung kopi. Ngobrol ngalor ngidul dengan pengunjung lain yang kelihatannya juga gank-nya Pak Joko. Walaupun warung kopi, yang diminum bukan kopi, tapi bir. Bir diminum seperti air. Di-glek-glek-glek dan glek. Minum banyak! Sampai-sampai Pak Joko tumbang. Tidak bisa bangun lagi.

Orang warung menelepon adik Pak Joko untuk menjemputnya bawa pulang ke rumah. Begitu sampai di depan rumahnya, Pak Joko betul-betul linglung. Dia masih sempoyongan. Dia teriak-teriak, “Ini bukan rumahku! Masak rumahku begini?” Sampai-sampai malam itu Pak Joko dilarikan ke rumah sakit. Rupanya dia masih beruntung. Hasil pemeriksaan dokter tekanan darahnya sangat tinggi malam itu dan kalau tidak cepat dibawa ke rumah sakit, Pak Joko bisa pindah dunia.

Saya geleng-geleng kepala waktu dengar cerita lucu tentang Pak Joko. Katanya, kalau naik pesawat, Pak Joko bawa minuman jenis ‘brandy’ dimasukkan ke botol aqua kecil dan disimpan di tas yang dia bawa masuk ke cabin pesawat. Kalau pesawat bergoncang hebat, Pak Joko minum brandy-nya dulu baru baca-baca ‘doa’ minta selamat. Hahaha.

Itulah Pak Joko. Bahkan sampai saat ini kelihatannya masih begitu. Naga-naganya masih akan begitu. Kalau begitu terus, celaka betul Pak Joko itu. Kasihan.

*******

Kalau ingat-ingat fakta ini, saya jadi sedih. Tahukah anda, bahwa Pak Joko adalah bapaknya Bimbim?

Ini bukan cerita fiksi. Ini fakta. Kalau anda datang ke mesjid kompleks kami, saya bisa tunjukkan ke anda si Bimbim bocah ‘petualang akhirat’. Begitu juga Pak Joko ‘petualang alkohol’.

Sungguh, dua setting yang berbeda untuk dua pribadi yang berhubungan darah.

Entahlah. Ini semua misteri Allah. Bisa jadi Bimbim di saat dewasa berubah bejat. Aku berdoa kepada Allah agar senantiasa menumpahkan petunjuk kepada Bimbim agar tidak begitu. Agar Bimbim tetap Bimbim seperti sekarang. Bimbim yang sepak terjangnya mengundang air mata haru kebahagiaan.

Bisa jadi Pak Joko juga suatu saat bertobat. Semuanya bergantung kepada Allah. Barang siapa yang dibukakan hatinya dan diberi pentujuk ke jalan yang lurus, siapa pula yang dapat membelokkanya?

Alangkah indah bila suatu saat Pak Joko bertobat. Saya bermimpi, bahwa suatu saat tangan-tangan kokoh Pak Joko menggandeng tangan mulus mungil Bimbim, berdua bersarung berkopiah, beriringan menuju mesjid untuk berjamaah. Berdua menegakkan perintah Allah. Berdua menjadi kekuatan. Kekuatan yang justru dirindukan oleh bangsa kita sekarang.

Ya Allah. Aku berdoa ke hadiratmu. Bukakan pintu hati Pak Joko. Yang dagingnya besar tapi berhikmah kecil. Dan kuatkan hati Bimbim. Yang ukurannya masih kecil tapi berhikmah besar.

Ya Allah, jika ternyata banyak versi Joko dan Bimbim di negara ini, kabulkan pula doaku yang sama untuk mereka. Dan jadikanlah kami mengambil pelajaran terbaik dari kisah Joko dan Bimbim.

10 Agustus, 2007

Tempat Aman Berbuat Dosa


Di dunia ini, adakah tempat di mana kita bebas melakukan dosa?
Rasanya tidak tuh!

Ambil satu dosa, minum alkohol. Itu haram, makanya otomatis dosa. Di Negara-negara barat terutama, minum alkohol memang bebas. Tapi ketika orang barat datang ke negara-negara arab atau bahkan di Indonesia, tetap saja mereka tidak bebas minum alkohol kapanpun dan dimanapun.

Kita lihat dosa yang lain, berzinah. Ini kasusnya sama. Jangankan di negara-negara Islam, di Amerika, negara penganut kebebasan universal, berzinah tetap saja dianggap pelanggaran. Paling tidak bagi mereka yang menikah. Mana ada laki-laki pezinah terang-terangan mau mengaku ke istrinya bahwa ia pulang telat malam ini karena ‘mau berzinah’ dulu?

Korupsi juga dosa. Kalau yang ini, bukan cuman berhadapan dengan hukum Tuhan, hukum manusia pun keras terhadapnya. Di Cina, negara yang muncul belakangan sebagai kekuatan ekonomi dunia, korupsi jangan main-main. Nyawa taruhannya!

Tapi memang manusia suka berbuat dosa. Ini karena manusia dilengkapi dengan hawa nafsu. Anehnya karena semua perbuatan dosa itu menyenangkan. Wajar saja kalau manusia selalu mencari pembenaran agar bisa tetap menghibur diri.

Ambil contoh pornografi. Namanya paha mulus, dada montok, bibir sensual, dan berbagai item pengundang syahwat, dari dulu sih begitu-begitu saja. Kecuali kalau anda pengikut paham Evolusi Charles Darwin, berarti kalimat pembuka paragraf ini tidak berlaku. Tapi itu juga berarti anda mengakui bahwa nenek moyang anda adalah monyet. Lebih dari itu, bisa jadi nenek moyangnya nenek moyang anda adalah kucing, bahkan cecak. Masak sih?

Kalau memang dari dulu begitu-begitu, maka, kalau slogan SEKWILDA (seputar wilayah dada), dan BUPATI (buka paha tinggi-tinggi) mengundang syahwat anda, maka itu mengundang syahwat nenek moyang anda, termasuk nenek moyang saya. Kan nenek moyang kita sama, iya kan? Kalau dari dulu itu mengundang syahwat, saya tidak mengerti kalau sekarang itu tidak mengundang syahwat?

Makanya, kalau dari dulu pornografi adalah pornografi yang divonis haram oleh Allah dan Rasul-Nya, vonis itu masih berlaku, karena memang subjek dan objek vonis masih sama. Terus, kenapa sekarang pendirian kita bisa berubah bahwa SEKWILDA dan BUPATI bahkan diapresiasi karena itu bentuk dari profesionalisme dan pengejawantahan kebebasan universal?

Kalau kita berbeda pandangan dalam hal ini, sekarang terbukti, bahwa berbuat dosa yang berhubungan dengan pornografi tidak sepenuhnya bebas. Paling tidak kalau anda di dalam ‘wilayah saya’, saya tidak akan membiarkan anda mengusung ide kebebasan itu tanpa mendapat tantangan dari saya.

Kembali ke pertanyaan awal, kalau begitu, di manakah tempat kita bisa bebas melakukan dosa dan semua orang sepakat bahwa itu bisa dilakukan?

Kembali lagi, saya berani bilang, nggak ada tuh!

Tapi ada kabar bagus kalau anda penggemar berbuat dosa. Dari buku-buku agama (khususnya yang menyangkut halal haram) yang saya baca (salah satunya adalah tulisan Syeikh Yusuf Qardhawi), konon awalnya di dunia ini segala sesuatunya adalah HALAL!

Mau makan apa saja boleh. Mau tidur dengan siapa saja boleh. Bahkan incest (hubungan seksual dengan saudara) pun boleh. Kedengarannya asyik punya.

Nah, larangan makan makanan tertentu, minum minuman tertentu, tidur dengan orang tertentu, mengambil barang tertentu, dan berbagai varian perbuatan dosa tertentu, datang belakangan dan bertahap. Hikmahnya, kalau bukan hukuman, itu adalah cobaan (Semoga Allah mengampuni saya kalau salah dalam mengambil kesimpulan ini. Bagi anda yang lebih tahu kebenarannya, mohon koreksi).

Kok saya bilang kabar bagus? Iya, saya bilang bagus karena ternyata awalnya Allah membolehkan semua perbuatan dosa itu. Kalau begitu, mungkinkah suatu saat Allah akan membolehkannya kembali?

Aku berlindung kepada Allah dari niat-niat berbuat dosa.

Telaah saya melalui berbagai telaah para ulama yang telah melewati berbagai telaah para alim dan seterusnya, menyatakan bahwa tempat di mana kita bebas berbuat dosa itu ada. Yaitu di SURGA.

Mau makan apa saja, Insya Allah boleh. Mau tidur dengan siapa saja, Insya Allah boleh. Mau rumah besar yang pakai, jangankan kolam renang, tapi sungai air susu, ada! Pokoknya SURGA adalah tempat dipuaskannya berbagai hawa nafsu yang telah tertahan terkendali selama ‘puluhan atau ratusan tahun yang singkat’ selama hidup di dunia.

Masalahnya, ketika segala sesuatunya berlimpah, ketika segala sesuatunya menyenangkan, ketika segala sesuatunya abadi, ketika segala sesuatunya diridhai oleh Sang Pemberi, tanpa harus mengkhawatirkan masalah legalitas, dan itu hanya terjadi di SURGA, masihkan kita akan berpikir tentang berbuat dosa? Berbuat dosa di SURGA?

Rasanya tidak tuh! Karena di SURGA tidak ada dosa.

Jadi, kalau anda penggemar berbuat dosa, bias anda bersabar ‘sebentar saja’?

08 Agustus, 2007

Bilangan Kecil & Bilangan Besar


Bismillahirrahmaanirrahim.

Ilmu ini bukan dari saya. Ilmu ini ilmunya Allah. Ilmunya Allah tidak akan pernah habis-habis. Sebagaimana judul blog saya dan pengantarnya.
Ilmunya Allah banyak. Bilangannya besar. Semoga saya tidak salah, tetapi bilangan kecil tidak berlaku bagi Allah. Bilangan kecil hanya berlaku bagi manusia.

Makanya, jumlah orang menang selalu jauh lebih kecil daripada jumlah orang kalah. Jumlah orang yang menghadiri pengajian selalu lebih kecil daripada yang tidak. Jumlah orang kaya selalu lebih kecil daripada orang miskin, seperti pula ditegaskan oleh Hukum Pareto, bahwa 80% uang yang beredar dikuasai oleh 20% orang saja.

Sungguh Allah Maha Pengasih dan Pemurah. Ketika kita bicara tentang nikmat, yang berlakupun adalah bilangan besar. Nikmatnya Allah sungguh besar. Saking besarnya, tidak ada otak seencer apapun, tidak ada prosesor secepat apapun, yang mampu menghitungnya. Kalau tidak percaya, coba saja! Coba saja hitung, berapa liter beras yang sudah kita makan selama hidup kita? Berapa gallon air yang sudah kita minum? Berapa ekor ikan yang sudah kita santap? Berapa ini dan berapa itu?

Maka, apa pula yang bisa membuat kita kufur nikmat?

Terkadang kita tak sadar. Bahwa nikmat Allah ada di mana-mana. Tak seinci tanah di dunia di mana kita bisa mengingkari bahwa di situ tidak ada nikmat Allah. Makanya jangan pandang enteng. Jangan menyia-nyiakan apapun. Apalagi menganggap sesuatu tiada berguna.

Coba pikir. Di zaman Rasulullah SAW, manusia apa kenal ban mobil? Tapi Allah sudah menyediakan bahan bakunya berupa pohon karet.

Pikir lagi. Di zaman Rasulullah SAW, manusia apa kenal minyak tanah, bensin, gas, atau bahan bakar lainnya? Tapi Allah sudah menyediakan semuanya di perut bumi.

Masih, pikir lagi. Di zaman Rasulullah SAW, manusia apa kenal komputer? Tapi Allah sudah menyediakan bahan baku hardware dan brainware yang bisa membuat software.

Bukankah ini nikmat?

Sungguh, sejarah bisa berulang. Sesuatu yang saat ini kita pandang enteng, pandang sebelah mata, bisa jadi di generasi ke tujuh kita malah jadi bahan vital. Ketika Allah sudah menyediakan bahan bakunya, sungguh keterlaluan bila kita masih juga malas memikirkan bagaimana menggunakannya.

*******

Tulisan ini adalah ilham ba’da Isya. Distimulasi oleh ustadz Mansur Salim (Semoga Allah memberi berkah berlimpah ruah kepada beliau. Beliau sudah nyaris tidak melihat mata lahirnya. Tapi mata hatinya, Subhanallah! Tembus pandang atas berbagai hikmah kehidupan). Beliau tiba-tiba menelepon saya katanya mau berkunjung ke mesjid kompleks kami yang baru jadi dan mau kasih ceramah kalau ada yang mau dengar.

Begitulah kalau Allah yang punya ilmu, Allah memasukkan dalam hati seseorang, Allah menggerakkan bibir seseorang untuk mengajarkan ilmunya, maka terlalu banyak hikmah yang harus dipetik.

Tulisan ini rasanya terlalu ringkas untuk menulis semua hikmah yang terpetik. Tapi biarlah. Sesedikit apapun yang bisa saya rekam di sini, yang penting esensinya.

Paling tidak ada 2 esensi tersebut.

Satu. Bahwasanya Allah tidak menciptakan sesuatu sia-sia. Apapun ada tujuannya. Apapun ada gunanya. Kalau tidak ketahuan sekarang, mungkin nanti. Kalau bukan oleh kita, mungkin oleh anak cucu kita. Makanya kita jangan memandang enteng.

Dua. Bahwasanya sebagai muslim yang bersyukur, seharusnya kita hidup di bawah semangat ‘Para Penemu’ (the Inventors). Kita seharusnya menguasai penemuan-penemuan besar dalam bidang apapun dalam kehidupan ini. Rutinitas hidup kita harusnya adalah rutinitas ilmiah. Kalau salah dicatat sebagai kesalahan dan tidak diulang lagi. Langkah berikutnya adalah mencari jalan lain yang tidak salah. Jalan lain yang benar. Bukankah dengan cara ini kita akan bertemu dengan kebenaran pada akhirnya? Kebenaran yang tidak lain adalah penemuan? Bukankah ini yang disebut dengan metode ilmiah?

Dua ini terdengar sedikit atau kecil. Tapi bila kita amalkan, dahsyat! Besar!

Tunggu apa lagi?

07 Agustus, 2007

Demo 100% Halal!


Nggak tau ini asyik apa tidak asyik. Karyawan sebuah perusahaan di Medan demo karena mau di PHK. Demo itu biasa di Indonesia. Bahkah demo itu perlu. Kalau tidak, kalangan media bisa kehabisan berita. Tapi yang tidak biasa, cara demo karyawan perusahaan di Medan ini. Mereka demo buka baju! Yang bikin heboh di pemberitaan media massa, karena yang demo buka baju bukan hanya karyawan pria, tapi juga karyawan wanita!

Nauzubillahi min dzalik!

Kata peserta demo mereka begitu karena tidak ada lagi yang peduli akan nasib mereka. Masak sih?

Ada 2 hal yang mau saya komentari. Mungkin kalau saya rajin mikir, lebih banyak hal lagi.

Pertama, tentang cara demo dengan buka baju. Ini haram! Maaf, bukan bermaksud melecehkan, apalagi yang ikutan demo kemarin kebanyakan wanita tua. Haram weh! Saya khawatir aja, kalau cara-cara begini kita anggap biasa, lama-lama jadi kebiasaan. Bisa keterusan. Awalnya cuman orang Medan. Awalnya ibu-ibu berumur. Kalau sudah biasa, bukan cuman orang Medan, tapi orang Jawa, orang Sulawesi, orang Kalimantan, semua pada ikut-ikutan. Kalau di Papua sih bukan demo untuk PHK, tapi demo adat. Bukan adat Papua kalau tidak menari sambil buka baju.

Yang berabe kalau demo buka baju sudah menular ke ibu-ibu muda. Wah ini pasti ribut. Serunya bisa nambah. Coba aja bayangkan kalau yang demo buka baju itu para pramugari muda nan elok cantik. Bisa-bisa yang kuat iman jadi goyah. Yang tadinya berteriak lantang ‘Haram’ bisa luntur dikit jadi ‘Halam’. Media yang meliput juga tidak kalah riuh. Kalau tadinya sekelas Kompas, Media Indonesia, Republika, pasti kalau yang demo buka baju para dara ayu, media yang datang bertambah seperti Playboy Indonesia, FHM, dan anda sebut semua media syahwat yang lain deh.

Kedua, tentang klaim para peserta demo bahwa mereka begitu karena tidak ada yang peduli akan nasib mereka. Eh, apa sudah lupa pada yang Maha Peduli?! Yah, gimana Yang Maha Peduli mau peduli kalau ibu-ibu pendemo sendiri tidak peduli kepada-Nya?

Bukankah segala sesuatu itu ada maksudnya? Mana tahu para pendemo mau di PHK karena pekerjaan lain yang lebih bagus sudah menunggu? Mana tahu kalau pekerjaan sekarang ternyata membahayakan? Mana tahu kalau Yang Maha Peduli tahu kalau para pendemo lebih bagus kerja wiraswasta daripada jadi karyawan? Siapa yang tahu? Dialah yang Maha Tahu!

Mbok ya demo cari cara kreatif. Tapi cara baik-baik dong. Kalau sudah begini naga-naganya, mungkin di MUI sudah perlu ada bagian yang mengeluarkan sertifikat halal khusus untuk cara-cara demo. Jadi kalau orang berdemo, ada sertifikatnya. Tertulis besar-besar: DEMO INI 100% HALAL!

Lucu kali yah? Hehehe

06 Agustus, 2007

Kalla Evans Part 2


Analisa berita yang muncul di harian Kompas (4/7) tentang Wapres Kalla yang meminta kegiatan studi banding dihapus saja, dan tentang mantan menlu Australia Garreth Evans yang datang jauh-jauh ngajari kita bahwa Indonesia rawan konflik, tidak berhenti di Part1.

Iya dong, kalau ada part1 ada kelanjutannya. Ini part2-nya.

Ternyata setelah saya analisa lebih jauh, orang-orang Indonesia memang cerdik cendekia. Kalau kisah-kisah orang Indonesia yang cerdik itu banyak sekali. Sudah jadi komoditas, saking banyaknya. Contoh para pejabat korup yang cerdik. Silahkan baca atau tonton atau dengar berita setiap hari. Ada saja pejabat yang diseret ke meja hijau karena kasus korupsi. Tapi dasar cerdik, bukan berarti kalau sudah di meja hijaukan mereka tidak bisa ‘memutih’-kan suasana. Mulai dari yang sudah kena vonis tapi tidak masuk penjara dengan alasan sakit, sampai dengan yang kena tuduh bisa mengubah status jadi saksi saja. Pokoknya kalau ada kontes cerdik se-dunia, pejabat Indonesia masuk 10 besar lah. Mungkin hanya kalah sama Abunawas yang memang jadi panutan para cerdik Indonesia.

Tapi masih ada yang melegakan. Selain orang-orang cerdik, kita juga masih punya stok orang cerdik-cendekia. Cerdik berwawasan, ikhlas, dan berorientasi ibadah. Tindakannya memang untuk kemakmuran orang banyak.

Masih ingat Jaksa Agung Indonesia yang tidak berumur panjang? Betul, almarhum Baharuddin Lopa. Beliau ini harus kita akui kecerdikannya, begitu pula kecendekiawanannya. Masih ingat saya baca profil beliau di Kompas dulu. Mantan Menkumham yang juga asal Makassar Hamid Awaluddin bercerita pernah diundang Lopa makan siang. Hamid Awaluddin bilang, dia kira seperti biasanya pejabat, akan diundang makan siang di restoran bagus. Ternyata akhirnya bereka berdua makan siang nasi bungkus di kantor Lopa. Sungguh pribadi cerdik-cendekia!

Dengan meminta studi banding dihapus saja, Wapres Kalla juga bisa kita bilang cerdik-cendekia. Tentang Wapres Kalla, saya punya kesan beliau orang konsisten. Kalau anda jeli, lihat ‘pakaian resmi’ beliau sehari-hari. Kemeja lengan panjang polos (kalau tidak salah warnanya selalu putih. Dulu masih tahun 2000, saya di Makassar bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) bikin pelatihan ekspor yang dibiayai oleh pihak JICA. Waktu itu dengan counterpart dari Kementerian Perdagangan pusat, kami sedang pikir-pikir untuk mencari siapa yang akan membuka acara. Kebetulan Pak Jusuf Kalla baru berhenti sebagai Menteri Perdagangan. Saya mengontak kantor beliau di Makassar sekitar seminggu sebelum acara. Kepada sekretaris beliau, saya minta tolong dengan sangat supaya bisa ‘digol’-kan agenda kami ke dalam jadual Pak Kalla.

Walhasil di hari H beliau muncul sendirian. Tak ada romobongan. Pakaiannya, persis seperti yang sering anda lihat di TV sekarang!

Saya ingat. Di Gorontalo ada SMU Cendekia. Nama ini bagus sekali sebagai nama sekolah. Kata ‘cerdik’-nya tidak ada. Saya pernah diundang 2 kali untuk datang memberi motivasi belajar kepada para siswanya. Bangunan sekolahnya bagus. Apalagi itu ada di Gorontalo, yang ketika saya berkunjung ke sana, baru jadi provinsi. Dalam hati saya berpikir, Sulsel provinsi saya bermukim harus cemburu kalau begini. Orang Gorontalo sudah berpikir menghasilkan para cerdik-cendekia.

Sebagai pamungkas tulisan ini, kembali ke Pak Guru Evans yang mulia yang datang jauh-jauh ‘tanpa pamrih’ untuk kasih tahu Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqi bahwa Indonesia rawan konflik. Syukurlah. Pak Jimly ternyata dari kalangan cerdik-cendekia. Kalimat pamungkas beliau dalam menjamu ‘tamunya’ adalah, “Indonesia memang rawan konflik. Tapi potensi internal masih jauh lebih besar untuk bisa menghindari konflik itu.” Hahaha! Ini kalau saya bilang Mr. Evans di angkat dulu. Setelah itu baru di-smah down! Sungguh pribadi yang cerdik dan cendekia pula!

Moral terpenting di balik Kalla Evans Part2, juga tidak jauh-jauh dari part1. Bahwa sudahilah mental inferior dalam belajar dan berinisiatif. Mengutip Pak Jimly, ditambah interpretasi bebas saya atas perkataan beliau, orang-orang bule itu ciptaan Tuhan. Kita juga ciptaan Tuhan. Kita tidak perlu bersikap inferior terhadap bule-bule itu. Tidak perlu juga bersikap superior. Sebaik-baik sesuatu adalah yang tengah-tengah. Begitu agama Islam mengajarkan.
Gambar diambil dari sini.

Kalla Evans Part 1


Tentu ini kehendak Allah. Ketika dua kejadian berbeda muncul jadi berita di hari dan halaman yang sama di harian Kompas edisi 4/7.

Berita pertama tentang perintah Wapres Jusuf Kalla. Kalla minta para pejabat tidak usah bikin kegiatan studi banding lagi ke luar negeri kalau memang tidak benar-benar penting. Satu karena ini menghabiskan uang rakyat. Kedua, mitra di luar negeri, kata Kalla, sudah capek dengan kunjungan pejabat Indonesia. Hari ini ada yang datang studi banding dan nanya satu hal, besoknya ada lagi yang datang padahal isi pertanyaannya sama.

Berita kedua tentang kunjungan mantan menlu Australia Garreth Evans ke Mahkamah Konstitusi. Selain sowan, Evans mengingatkan ketua MK betapa besar potensi konflik di Indonesia. Konflik kata Evans, terutama besar potensinya di Aceh, Ambon, dan Papua. Salah satu yang berpotensi menyebabkan konflik adalah masalah agama.

Pembaca umumnya saya yakin menganggap dua berita itu tidak ada hubungannya. Tapi saya lihat hubungannya ada. Entah kenapa cuman saya yang lihat. Mungkin karena cuman saya yang mau menghubung-hubungkan kedua berita itu.

Tanya hubungannya apa?

*******

Sebenarnya jawabannya terlalu mengada-ada. Tapi biar saja. Yang penting ada.

Saya komentar dulu tentang berita pertama. Mau hapus studi banding? Impossible! Studi banding itu salah satu penggerak ekonomi Indonesia. Bayangkan, dengan studi banding ke luar negeri, industri pertama yang kena imbas bagusnya adalah travel agent dan perusahaan penerbangan. Teman saya, dan boleh tanya teman anda, yang kerja di dua industri itu sudah konfirmasi ke saya, klien terbesar mereka ya pejabat. Terus ada industri media, terutama cetak, lebih spesifik lagi majalah, lebih detail lagi majalah shopping. Nah, karena kegiatan belanja di luar negeri (yang dibungkus dengan judul studi banding) oleh pejabat itu memerlukan persiapan (dengan kata lain perlu mengecek katalog belanja dulu), majalah shopping adalah jawaban paling tepat. Calo-calo imigrasi juga kena imbas. Setiap pejabat yang mau keluar negeri, tentu harus pakai paspor. Namanya juga pejabat, malas dong turun tangan langsung ke lapangan. Makanya pakai calo urus paspor. Di sini saja uang beredar besar. Lucunya, para pejabat itu sebelum berangkat shopping ke luar negeri, mesti didahului shopping juga di dalam negeri. Ini untuk memenuhi perlengkapan standar sebagai ‘turis’. Namanya juga mau naik pesawat jauh lintas negera, harus berkelas dong. Namanya juga ‘turis’ gitu loh! Terbilang kaca mata rayban sebagai perlengkapan standar. Ditambah tas troli kulit. Satu untuk bagasi satu untuk bawa masuk kabin. Jaket juga mesti yang bagus. Apalagi kalau negara tujuan bermusim empat. Perlu dong ada syal, sweater, penutup kepala wol, sarung tangan, de el el. Untuk urusan ini saja uang beredarnya selangit. Senter-senter saya, mungkin ini yang bikin angka inflasi naik terus.

Kalau daftar di atas, saya teruskan, bisa tidak habis-habis. Pokoknya, ekonomi Indonesia berputar balik karena studi banding ini. Tapi sayang, industri percetakan buku tulis dan alat tulis tidak terlalu kena imbasnya. Mungkin lokasi toko-toko yang jual buku tulis dan alat tulis kurang bagus atau tersembunyi jadi selalu kelupaan kena imbas. Padahal mereka semestinya justru sangat dibutuhkan kalau pejabat itu studi banding. Kan untuk menulis hasil studinya selama di luar negeri. Itu pasti banyak. Yah, kalau ternyata selama di luar negeri aslinya memang cuman belanja, kan buku tulis dan alat tulis tetap penting untuk menulis daftar belanjaan gitu, biar tidak ada yang kelupaan.

Sekarang tentang berita kedua. Ini ada orang bule mantan pejabat datang ke Indonesia kasih tau kita bahwa kita rawan konflik. Lucu, karena orang bule mengaku-ngaku lebih tahu daripada kita sendiri yang sehari-hari hidup, makan, tidur, ‘e’e di negeri ini. Orang-orang bule itu memang kadang bertingkah betul. Tidak semua memang, tapi kebanyakanlah. Kalau nggak percaya hitung sendiri!

Trauma saya sebagai bangsa diajari oleh orang bule ketika dulu masih jaman Soeharto, Indonesia sudah di puncak krisis, diajari pula oleh IMF yang pemimpinnya waktu itu saya lupa tapi kalau tidak salah orang Belanda. Ada kan fotonya besar-besar, Presiden Soeharto disuruh tanda tangan sambil difoto, di shooting, dan dipelototi orang sebangsa sedunia, sambil bos-nya IMF lipat tangan serasa puas.

Kenyataannya lihat saja sampai sekarang. Belum kelar krisis satu, muncul dua krisis baru. Belum habis kaget kita, ditimpa lagi 3 kiris. Ini namanya deret apa sih? Deret ukur atau deret hitung? Kalau saya sih menamakan ini ‘deret terus’, deretannya terus-terus saja ada. Seperti virus di komputer saya.


********

Ini bagian terakhirnya. Di sini hubungan kedua berita itu.

Begini. Mungkin karena studi banding ke luar negeri memang mustahil wal mustahal kita hapuskan, dengan kata lain ini sudah jadi budaya formal legal, yang secara tersirat sudah ada dalam standar operating procedure setiap orang jadi pejabat, maka orang-orang di luar negeri pun sudah tahu. Bahwa pejabat Indonesia itu suka minta diajarin. Mereka sudah ngerti, biar pejabatnya bergelar Dr.-PhD, orang Indonesia memang merendahkan diri dengan selalu mau diajari. Makanya Garreth Evans datang mengajari.

Ini namanya tidak ada akibat kalau tidak ada sebab. Apalagi bule-bule Eropah dan Amerika, sudah badan mereka tinggi, klop deh citranya kalau mereka memang cocok jadi guru untuk kita. Belakangan orang-orang Asia lain seperti Jepang, Korea, Cina sudah mulai ikut-ikutan. Tapi bagusnya, karena badan mereka tidak setinggi ‘guru-guru’ kita dari Eropah-Amerika, tingkah mereka lebih seperti tutor, atau guru les. Tapi tetap saja, mereka ngajari kita.

Dengan ini anda bisa lihat hubungan kedua berita di atas, kan? Berhubungan, kan? Kalau Wapres Kalla minta studi banding dihapus karena alasan yang sudah disebutkan di bagian awal tulisan ini, saya juga minta dihapus karena alasan yang ini. Karena studi banding bikin kita di mata orang-orang luar negeri semakin bodoh saja. Kita selalu menempatkan diri sebagai mau diajar saja. Kita tidak pernah menghargai proses. Bahwa dengan sistem yang kita bikin sendiri, meskipun nanti terbukti ada salahnya, yang penting kita evaluasi dan perbaiki, itu tetap lebih bagus.

Tapi ya mau bagaimana lagi? Wong uang beredar melalui studi banding ini besar?! Celakanya, ini membantu ekonomi kita juga berputar. Berputar jungkir balik tapinya.

Pusiiiiiiiiiing………………!!!!!

Gambar diambil dari sini.

05 Agustus, 2007

Bloggasme!


Sorry. Maaf. Gomen nasai.

Semoga anda mengerti arti kata yang menjadi judul di atas. Suku pertama 'Blog' tentu anda mengerti. Suku belakang 'gasme', saya yakin anda juga tau asalnya dari mana. Yang jelas sekarang saya lagi dipuncak kenikmatan ber-Blog. Saya sedang Bloggasme!

Perkenalan saya dengan dunia Blog dicomblangi beberapa orang. Pertama saudar Taufik Polapa. seorang member sekaligus provokator di Mailing List Gorontalo Maju 2020 (GM 2020). Bung Taufik mengirimkan saya email tentang blognya. Setelah saya klik, "Oh, ini namanya Blog?" pikir saya ketika itu. Jujur saya tertarik. Maklum, ada fotong Bung Icky (pangginlan Bung Taufik Polapa) dan macam-macam tentang dia di situ. Bagus juga kalau saya punya blog sendiri....

Pucuk dicinta, Bang Amril Taufik Gobel yang tiba. Bang Amril, adalah provokator lain di milis yang sama. Hanya saja, abang yang satu ini provokator masalah internet. Beliau, melalui YM, menyenangkan hati saya bahwa beliau suka tulisan-tulisan saya di milis. Baliau tawarkan,"Bung Irwan, bikin Blog saja!"

Sebenarnya saya tidak gaptek-gaptek amat. Tapi semangat belajar teknologi maju tidak sedahsyat dulu. Sekarang ini kalau mau belajar teknologi baru memang harus pakai 'viagra' dulu biar bisa 'on' semangat saya. Nah, Bang Amril ini bawa viagra untuk saya. Bang Amril setuju untuk bikin blog saya ini, selebihnya saya tinggal posting.

Saya masih ingat. Waktu itu tanggal 11 Juli, pagi, Bang Amril ketika chatting dengan saya di YM setuju membuatkan saya blog. Pikir saya untuk itu butuh beberapa hari atau mungkin minggu. Ternyata sorenya sekitar jam 3, Bang Amril SMS saya, "Pak Irwan, Blognya sudah jadi. Selamat berblog ria".

Sms ini saya tanggapi biasa saja. Tapi setelah saya coba akses, bukan cuman blog saya, beberapa tulisan saya di milis GM2020 sudah bisa dibaca. Ada fotonya lagi! Subhanallah! Tidak bisa saya lukiskan betapa senangnya saya ketika itu. Semoga kerja bagus Bang Amril tidak saya sia-siakan dengan terus memosting tulisan bagus pula. Amin!

Sejak itu rutinitas hidup saya banyak berubah. Staf kantor saya mungkin bisa merasakan. Saya lebih banyak di ruangan kerja. Buku-buku yang dulu bertumpuk belum saya baca sekarang saya baca habis untuk cari bahan tulisan. Di rumah setali tiga uang.

Istri saya juga lihat perubahan ini. apalagi sejak saya pakai modem Indosat yang bisa dibawa-bawa. Sebagian besar waktu saya habiskan di depan laptop untuk menulis.

Tidak semua tulisan saya posting memang. Banyak pertimbangan untuk itu.

Kemarin saya ke toko buku, saya beli banyak buku tentang blogging. Istri saya bilang, kok beli buku lagi? Kan masih banyak buku yang belum dibaca!

Apa boleh buat. Namanya juga lagi merasa nikmat. Nikmatnya Bloggasme.

Mau nyoba? Buktiin aja. Rame-rame kalau perlu. Halal kok!

Foto diambil dari sini.