14 Juli, 2007

Anakku Mengetuk Kulkas


Anakku Muh. Ainurridho Uno. Saya dan istri saya waktu itu saling ganggu, tidak taunya,
Alhamdulillah, lahir anak yang kami nanti-nantikan. Waktu mau kasih nama, rada susah juga.

Kami coba pegang prinsip agama. Bahwa nama bagusnya pendek saja. Tapi artinya juga harus bagus karena kalau dia dipanggil, maka panggilan itu bisa jadi doa. Saya dan istri saya beli banyak buku-buku nama sebelum hari H kelahiran anak kami. Selain kriteria agama, istri saya juga ada kriteria lain. Dia mau nama anaknya ada 'bau' Jepangnya. Soalnya dia terobsesi banyak sama Jepang dari cerita-cerita saya.

Akhirnya kami sepakat nama di atas.

Muhammad-nya sudah mencakup nama Bapak saya, Muhammad Amin Uno, orang dekatnya saya dengar sering panggil beliau 'Kak Moba'. Maklum ini cucu pertama dan satu-satunya sampai saat ini dari pihak keluarga saya. Jadi kami harus meniggalkan kesan bahwa nama si cucu terisnpirasi juga dari kakek dari papanya.

Kakek dari bundanya bernama Muhammad Nur Thahir. Bunyi 'Nur" dalam nama di atas juga tentu mendapat insprirasi dari nama kakek dari bundanya ini.

Ainurridha sendiri kalau tidak salah berarti 'enak dipandang mata'. Memang itu juga harapan kami. Bahwa anak kami ini selalu menjadi penghibur kami sampai kapan pun. Bagusnya lagi, dengan nama ini, kami bisa memanggilnya dengan sebutan 'Ai', yang dalam bahasa Jepang berarti cinta.

Lengkap deh semua kriteria yang dituntut.

Ternyata, si Ai memang enak kami pandang. Trus tingkahnya juga lucu. Tulisan ini terinspirasi dari tingkahnya semalam.

---------------------

Tahun ini Ai berumur 3 tahun. Bicaranya memang agak lambat dibanding anak seusianya. Tapi kami sudah bisa menangkap maksudnya dan dia pun sudah mulai menangkap apa yang kami ajarkan.

Setiap pulang ke rumah dari luar, kami memang selalu mengajarkan Ai untuk mengucap salam bagi orang yang di dalam. Rutinnya seturun dari mobil, saya menggendong Ai turun ke depan pintu rumah dan mulai mengetok pintu sambil mengucapkan "Assalaamu Alaikum!" untuk pembantu kami di dalam rumah.

Belakangan Ai sudah mengerti. Bahwa kalau tiba di pintu harus mengetuk dan mengucapkan salam. Jadi dia akhirnya selalu mendului saya. Tangannya mengetuk lembut sambil berteriak,"Calamulecuuum!"

Kami selalu senyum kalau lihat tingkahnya ini. Kami perhatikan ilmunya semakin meningkat. Setelah itu bukan saja kalau kami tiba di rumah dari luar, tapi kalau dia mau masuk kamar pun sering mengetuk dan ucap salam. Hahaha...kami senang sekali.

Tapi semalam bukan cuman bikin senang. Tapi bikin kami ketawa lebar. Ceritanya dia mau buka kulkas. Waktu sampai di pintu kulkas, dia mengetok dulu sekaligus beri salam.....

Saya dan istri saling pandang dan tersenyum lebar. Kata istri saya, "Nak, itu kulkas. Di dalamnya tidak ada orang. Jadi, Ai tidak usah bilang "Calamulecuum".........

Masih banyak ulah Ai yang lucu-lucu. Biasanya setelah saya perhatikan saya coba mengambil kesimpulan.

Dari ulahnya mengetuk kulkas sambil beri salam, saya jadi mengerti satu hikmah hidup.

Bahwa proses belajar itu tidak mesti langsung tau dan langsung benar. Bahwa belajar itu juga mencakup belajar dari kesalahan.

Kelihatannya ini masalah terbesar kita dewasa ini. Bicara tentang sistem pendidikan, sistem kita dirancang untuk takut salah. Malah dalam beberapa hal lebih ekstrim lagi, bahwa tidak boleh salah sama sekali!

Akibatnya, mental banyak orang kita jadi mental harus benar. Walaupun itu salah. Ujung-ujungnya timbul kebiasaan ABS = Asal Bapak Senang.

Padahal banyak penemuan besar dunia berawal dari kesalahan. Ada orang-orang tertentu malah berani berkumpul dalam 'Komunitas Berani Salah/Gagal'.

Mungkin manusia juga secara alamiah akan terbawa dengan kebiasaan ini. Susah memang kalau orang sudah dewasa dituntut seperti anak-anak dalam belajar. Anak-anak itu tidak merasa malu salah, seperti ai mengetuk pintu kulkas sambil beri salam.

Saya ada pengalaman bagus. Saya belajar ke Jepang sudah 2 kali kesempatan.

Pertama waktu SMA kelas 1 ikut pertukaran pelajar AFS/Yayasan Bina Antarbudaya. Saya ingat ketika itu saya berangkat ke Jepang dengan bekal 0 Nihon-go (bahasa Jepang). Sesampai di sana, saya tinggal di keluarga angkat Jepang asli, dan bersekolah di sma Jepang selayaknya anak Jepang yang lain. Bisa anda bayangkan bagaimana susahnya saya harus beradaptasi.

Tapi harus saya akui bahwa dengan usia semuda itu (sekarang juga masih muda seh...dibanding kakeknya Ai....hehehe...), semangat belajar saya masih tinggi dan perbedaharaan malu dan takut salah juga masih rendah. Jiwa adventurenya lebih banyak. Walhasil dalam waktu 2 bulan Alhamdulillah saya bisa menguasai bahasa Jepang sehari-hari. Setelah 4 bulan, sedikit banyak saya bisa berinteraksi dalam pelajaran sekolah. Perbendaharaan huruf Kanji juga maju pesat.

Tapi ceritanya sangat berbeda ketika saya berangkat lagi belajar untuk setahun di tahun 1996. Waktu itu saya kuliah. Suasananya sudah lebih formal. Dalam bergaul di kampus saya sudah takut dan malu kalau salah. Akibatnya berbeda sekali. Tetap saja saya akui Nihon-go saya banyak kemajuan. Tapi saya yakin kemajuannya akan lebih tinggi seandainya saya tetap bersikap seperti waktu masih sma.

Well....Ai mungkin masih akan tetap bertingkah lucu dan tidak pada tempatnya untuk beberapa saat. Dengan belajar hikmah ini, saya jadi terpikir, Ai bertindak tidak takut/malu salah di luar kendalinya. Kalau kita sebagai orang dewasa yang sudah bisa memegang kendali, bisa nggak ya mengendalikan supaya kita tidak takut/malu salah?


Mari kita coba....


Tidak ada komentar: