11 Agustus, 2007

Bimbim si Bocah Petualang


Bimbim (nama saya samarkan), usia sekitar 10 tahun. Anak ini bikin hati saya…… bergetar haru sekaligus terinspirasi. Sudah beberapa lama saya amati. Anak ini rajin ke sekali ibadah.

Tidak mungkin dengan usia sekecil itu ia pamrih. Kepada siapa ia mau cari muka? Mau dibilang riya juga rasanya jauh. Wong yang tergolong anak-anak yang paling sering nongol ikut sujud berjamaah di mesjid ya cuman dia.

Waktu mesjid kami belum jadi, kami hanya bisa ngumpul ibadah jamaah di bulan Ramadhan di bawah kolong rumah yang disulap jadi mesjid (baca: Semoga bagus berkelanjutan). Itu terjadi selama 3 tahun. Di situ sosok Bimbim mulai menarik perhatian saya. Di antara barisan bocah, Bimbim selalu terdepan. Dia sudah terlihat menonjol. Selalu selepas ustadz selesai ceramah, Bimbim sudah siap dengan buku tugas dari sekolahnya untuk minta tanda tangan ustadz. Pernah saya lihat raut sedih sekali di wajah Bimbim, ketika dia tanya ke saya, “Om, tema ceramah pak ustadz tadi apa, om?”.
“Wah, om tidak ingat Bim.”
Jelas sekali raut kekecewaan di wajah polosnya yang bersih bersinar.

Sejak mesjid kami resmi terbuka, Bimbim lagi-lagi di barisan depan bocah yang bersuka ria. Kalau bocah lain senang, karena selain bisa ikutan shalat, yang lebih penting ada tempat berkumpul untuk bermain berjamaah pula. Bimbim sih sama. Tapi kentara bahwa Bimbim perhatian betul dengan kegiatan ibadah.

Kalau mau cari Bimbim cari di mesjid. Begitu kira-kira kondisi objektif Bimbim sekarang.

Shalat Magrib berjamaah malam petang ini Bimbim beraksi lagi. Saya tiba di mesjid ketika jemaah masih sepi. Kalau tidak salah baru 3 orang, terhitung Bimbim yang sedang wudhu.

Melihat waktu shalat sudah masuk, saya minta salah seorang jamaah dewasa untuk adzan. Bapak ini menolak sambil menunjuk ke arah Bimbim. Saya setuju. Saya kasih isyarat ke Bimbim untuk adzan. Dengan wajah riang, Bimbim mengepalkan tangan sambil berguman, “Yes!!”. Seakan-akan Bimbim baru menang lotere!

Saya senyum sembunyi-sembunyi melihat tingkah Bimbim. Rupanya sudah lama dia menanti-nanti kehormatan mendengungkan adzan. Untuk mengundang sesamanya bocah, mengundang om dan tante, untuk datang meraih kemenangan. Bersama Bimbim tentunya.

Lantunan adzannya jernih. Suaranya betul-betul bocah. Bocah yang memanggil-manggil. Halus. Santun. Murni. Subhanallah! Nyaris-nyaris airmata saya jatuh mendengar suara Bimbim. Tapi cepat saya sembunyikan. Malu sama jamaah lain. Dalam hati saya bertanya, akankah suara sandal kecil Bimbim terdengar di surga? Sebagaimana Bilal si tukang adzan Rasulullah SAW? Semoga. Amin ya rabbal alamiin.

*********

Pak Joko (nama saya samarkan) adalah tetangga saya. Sebenarnya masih tetangga jauh. Kami tinggal di jalan berbeda tapi masih satu kompleks. Dari rumah saya, saya bisa melihat jelas ke rumah Pak Joko, termasuk ketika dia dan beberapa orang tetangga samping rumahnya berkumpul di depan rumahnya hampir setiap malam.

Pak Joko dan tetangga sekitar rumahnya yang masih sejalan kelihatannya akrab sekali. Kegemaran mereka juga identik. Mereka suka ngumpul sambil minum-minum minuman beralkohol.

Saya tidak kenal betul Pak Joko. Tapi kebiasaan-kebiasaan Pak Joko and the gank saya tahu dari tetangga depan rumahnya juga, yang tidak masuk gank. Kelihatannya kebiasaan minum Pak Joko sudah parah. Pernah, kata tetangga depan rumahnya itu, Pak Joko pulang dari kantor tidak langsung pulang ke rumah. Ia singgah di sebuah warung kopi. Ngobrol ngalor ngidul dengan pengunjung lain yang kelihatannya juga gank-nya Pak Joko. Walaupun warung kopi, yang diminum bukan kopi, tapi bir. Bir diminum seperti air. Di-glek-glek-glek dan glek. Minum banyak! Sampai-sampai Pak Joko tumbang. Tidak bisa bangun lagi.

Orang warung menelepon adik Pak Joko untuk menjemputnya bawa pulang ke rumah. Begitu sampai di depan rumahnya, Pak Joko betul-betul linglung. Dia masih sempoyongan. Dia teriak-teriak, “Ini bukan rumahku! Masak rumahku begini?” Sampai-sampai malam itu Pak Joko dilarikan ke rumah sakit. Rupanya dia masih beruntung. Hasil pemeriksaan dokter tekanan darahnya sangat tinggi malam itu dan kalau tidak cepat dibawa ke rumah sakit, Pak Joko bisa pindah dunia.

Saya geleng-geleng kepala waktu dengar cerita lucu tentang Pak Joko. Katanya, kalau naik pesawat, Pak Joko bawa minuman jenis ‘brandy’ dimasukkan ke botol aqua kecil dan disimpan di tas yang dia bawa masuk ke cabin pesawat. Kalau pesawat bergoncang hebat, Pak Joko minum brandy-nya dulu baru baca-baca ‘doa’ minta selamat. Hahaha.

Itulah Pak Joko. Bahkan sampai saat ini kelihatannya masih begitu. Naga-naganya masih akan begitu. Kalau begitu terus, celaka betul Pak Joko itu. Kasihan.

*******

Kalau ingat-ingat fakta ini, saya jadi sedih. Tahukah anda, bahwa Pak Joko adalah bapaknya Bimbim?

Ini bukan cerita fiksi. Ini fakta. Kalau anda datang ke mesjid kompleks kami, saya bisa tunjukkan ke anda si Bimbim bocah ‘petualang akhirat’. Begitu juga Pak Joko ‘petualang alkohol’.

Sungguh, dua setting yang berbeda untuk dua pribadi yang berhubungan darah.

Entahlah. Ini semua misteri Allah. Bisa jadi Bimbim di saat dewasa berubah bejat. Aku berdoa kepada Allah agar senantiasa menumpahkan petunjuk kepada Bimbim agar tidak begitu. Agar Bimbim tetap Bimbim seperti sekarang. Bimbim yang sepak terjangnya mengundang air mata haru kebahagiaan.

Bisa jadi Pak Joko juga suatu saat bertobat. Semuanya bergantung kepada Allah. Barang siapa yang dibukakan hatinya dan diberi pentujuk ke jalan yang lurus, siapa pula yang dapat membelokkanya?

Alangkah indah bila suatu saat Pak Joko bertobat. Saya bermimpi, bahwa suatu saat tangan-tangan kokoh Pak Joko menggandeng tangan mulus mungil Bimbim, berdua bersarung berkopiah, beriringan menuju mesjid untuk berjamaah. Berdua menegakkan perintah Allah. Berdua menjadi kekuatan. Kekuatan yang justru dirindukan oleh bangsa kita sekarang.

Ya Allah. Aku berdoa ke hadiratmu. Bukakan pintu hati Pak Joko. Yang dagingnya besar tapi berhikmah kecil. Dan kuatkan hati Bimbim. Yang ukurannya masih kecil tapi berhikmah besar.

Ya Allah, jika ternyata banyak versi Joko dan Bimbim di negara ini, kabulkan pula doaku yang sama untuk mereka. Dan jadikanlah kami mengambil pelajaran terbaik dari kisah Joko dan Bimbim.

1 komentar:

anbhar mengatakan...

sy terharu membaca tulisanta daeng. luar biasa. tulisanta menarik :D